KECERDASAN SPIRITUAL (SPIRITUAL QUOTIENTS)

kecerdasan spiritual



[ewafebri.com] | KECERDASAN SPIRITUAL (SPIRITUAL INTELLIGENCE).

Kecerdasan Spiritual atau Spiritual Intelligence adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, serta kecerdasan yang dibutuhkan untuk mengembangkan diri manusia secara utuh sebagai insan. Kecerdasan ini seringkali diabaikan oleh manusia padahal sebenarnya merupakan kecerdasan inti yang harus manusia sadari dan pelajari sebagai makhluk rohani. Allah menciptakan kita bukan sekedar makhluk sosial dan untuk bersenang-senang saja tetapi juga sebagai makhluk rohani.

KECERDASAN SPIRITUAL (SPIRITUAL INTELLIGENCE)


“ Spiritual intelligence is like a vaccination againts greed, arrogance and tyranny.” - Saidi Mdala

Dalam agama Islam kita tidak asing dengan istilah Hablum minallah, Hablum minannas. Jika kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi mampu mengakomodir kebutuhan kita dalam menjalin hubungan dengan manusia (hablum minannas), maka untuk menghubungkan kebutuhan kita sebagai makhluk rohani kepada Sang Pemilik Jiwa (hablum minallah) kita membutuhkan kecerdasan spiritual.

Manusia yang hanya memprioritaskan kecerdasan intelektual saja akan menjadi orang yang keras hati atau parahnya menjadi buta hati. Sementara manusia yang hanya mengandalkan kecerdasan intelektual dan emosional saja akan menjadi manusia yang egois, apatis, diktator, koruptor, bahkan tak memiliki tujuan hidup yang jelas. Sementara orang yang mengaktifkan kecerdasan intelektual + kecerdasan emosi + kecerdasan spiritual akan menjadi insan kamil.

APA SIH KECERDASAN SPIRITUAL


spiritual quotients



Insan Kamil (manusia sempurna) adalah istilah yang dilontarkan oleh Ibnu Arabi tentang kesejatian manusia. Di mana manusia mampu mengaktifkan kekuatan yang tertanam dalam dirinya. Ia mampu mengaktifkan kecerdasan intelektual yang digunakan untuk berpikir. Ia mampu mengaktifkan kecerdasan emosinya dalam beradab. Dan ia juga memiliki kemampuan dalam kecerdasan spiritualnya dalam berakhlak.

Dan ciri-ciri manusia sempurna ternyata bukan dalam manifestasi fisik atau lahiriah, tapi justru berhubungan dengan sifat atau bersifat rohani. Maka manifestasi manusia sempurna yang bisa kita teladani adalah dari para nabi dan Rosul. Terutama sebagai umat Islam, kita mengikuti teladan kita Nabi Muhammad SAW melalui sunah-sunahnya.

Namun untuk bisa mencapai pengalaman spiritual dan memahami konsep Ketuhanan yang diajarkan oleh para Nabi dan Rosul serta orang-orang berilmu, kita harus memiliki tingkat kecerdasan spiritual. Karena pengalaman-pengalaman ini terkadang berada di luar nalar kita sebagai manusia.

Sebagai gambaran, kita acapkali mengalami suatu hal yang hanya antara kita dan Tuhan saja yang tahu, ketika pengalaman tersebut kita bagikan kepada orang lain, malah terkadang kita menerima respon yang tidak diinginkan. Apabila lawan bicara kita memilki kecerdasan spiritual, kemungkinan besar curhat kita jadi bersambung atau direspon. Hahaha.. Oleh sebab itu, pengalaman spiritual tidak mampu ditangkap oleh orang-orang yang hanya mengandalkan kecerdasan intelektual dan emosinya saja. Tetapi orang tersebut juga harus memiliki kecerdasan spiritual.

Salah satu event spiritual yang sulit dipercayai oleh orang-orang yang mengandalkan akal dan emosi adalah Isra Mi’raj. Karena seolah tidak masuk diakal. Tapi bagi mereka yang memiliki kecerdasan spiritual, mampu memahaminya, meskipun belum pernah mengalaminya.

Sebelum masuk ke ranah kecerdasan spiritual saya akan mengutip kembali tentang pengertian kecerdasan. Kecerdasan adalah kemampuan manusia dalam mengembangkan pola pikir dirinya dengan jernih guna untuk mempertimbangkan, memutuskan dan menerapkan sesuatu dalam menghadapi masalahnya. Orang yang cerdas akan tercermin dan pembicaraannya yang terstruktur dan memiliki nilai. Outputnya adalah tentang ide, gagasan, solusi, hikmah kebijaksanaan, ilmu dan dzikir (mengingat Allh SWT). Maka kecerdasan spiritual bisa didefinisikan sebagai berikut :

“Kecerdasan Spiritual adalah kemampuan manusia untuk memberikan makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah.”

Kecerdasan spiritual menitikberatkan pada pola pikir manusia tentang dirinya “who am i ?”, “what i am” dan jawaban-jawaban atas pertanyaanya tentang “why ?”. Why am i here on earth ? Why am i muslim ? Why am i alive ? And so on. Pola pikir ini akan mengantarkan manusia untuk memahami kesejatian dirinya sendiri.

RELASI SPIRITUALITAS DAN AGAMA


Spiritual dan Agama adalah dua hal yang berhubungan erat namun sejatinya memiliki perbedaan. Spiritual lebih bersifat universal tak hanya sebatas pengetahuan tentang keagamaan saja tapi juga nilai-nilai kehidupan. Sementara agama adalah kendaraan atau alat yang telah diberikan Allah SWT untuk mencapai dimensi spiritualitas.

Ada orang-orang yang mampu mencapai dimensi ini tanpa melalui agama. Namun ada juga orang yang hanya mampu mencapai dimensi ini melalui ranah keagamaan. Apapun kendaraan yang Allah berikan kepada kita untuk bisa mencapai dimensi ini, berbahagialah wahai manusia ! Hihihi.. Karena kasih sayang Allah akan nampak jelas dan jernih ketika kita berada di dalamnya.

Terkadang Allah memberikan pengalaman hidup melalui media yang berbeda untuk mengetuk kesadaran tentang diri kita sendiri. Mungkin kalo di dunia spiritual kita tidak asing dengan istilah spiritual awakening. Suatu stage yang membuat manusia belajar untuk memahami tentang dirinya sendiri. Fokus menggali yang ada di dalam dirinya, bukan hal yang di luar dirinya.

Dengan adanya spiritual awakening kita akan memahami setiap event yang terjadi dalam hidup. Kita bisa lebih memahami tentang kehidupan dan tentang Ketuhanan. Kita lebih memahami siapa diri kita sebenarnya dan kita bisa lebih tenang dan sadar dalam menjalani kehidupan.

JALAN MENUJU KECERDASAN SPIRITUAL


Spiritual intelligence



Mengenali diri adalah gerbang utama menuju kecerdasan spiritual. Karena sesungguhnya manusia sebagai makhluk rohani selalu lapar akan makna/value namun ia tak menyadarinya. Maka jangan heran ketika dalam hidup ini segala keinginan kita yang bersifat material telah terpenuhi namun tetap saja hidup serasa hampa.

Pada dasarnya setiap manusia diberikan kesempatan yang sama oleh Allah SWT untuk mengenali dirinya. Sayangnya tak banyak manusia yang mengambil kesempatan itu untuk mempelajari tentang dirinya sendiri. Dulu pun saya juga sering mengabaikan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk belajar mengenali diri. Namun kini saya baru menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini memang telah diskenariokan oleh Illahi agar saya bisa belajar dan berkontemplasi.

Dahulu saya tidak menyadari dengan sesadar-sadarnya tentang banyak hal. Bahkan tentang apa yang saya lakukan sendiri. Seperti misalnya :


Pertanyaan-pertanyaan itu, kini terjawab satu per satu dengan penuh kesadaran secara akal dan emosi (rasa) di dalam batin. Dan rasanya menulis ini sudah bukan lagi sesuatu yang main-main dan sia-sia tetapi juga sebagai bentuk pengabdian dan ibadah seorang hamba kepada Allah SWT.

Segala hal yang saya bahas di Blog ini pada akhirnya mengantarkan saya pada dunia yang selama ini tak pernah saya kenali. Dimensi spiritual. Di mana sekarang saya memandang “narablog” dengan perspektif yang sangat berbeda dari sudut pandang yang sebelumnya. Pun pada akhirnya intention saya dalam menulispun kini juga berbeda. Lebih memiliki makna, bukan hanya polusi kata-kata semata.

PRINSIP KECERDASAN SPIRITUAL


“ The knowledge of the spirit is the true secret of creativity, leadership and happiness. It is spiritual intelligence that make ordinary person a genius. When a genius loses his spiritual intelligence, he becomes a quite ordinary.” - Awdhesh Singh

Ada banyak jalan yang bisa kita tempuh untuk menuju ke dimensi spiritual ini. Seperti yang saya bahas tadi bahwa agama bukan satu-satunya jalan untuk bisa ke alam ini. Dan bahkan kita tak juga tak membutuhkan ritual yang neko-neko untuk bisa mencapainya, karena sejatinya setiap kecerdasan adalah karunia dari Allah SWT. Asal kita melakukannya dengan tulus dan ikhlas, Allah akan menuntun kita melewati jalan itu.

Kesadaran diri


Fase pertama untuk melangkahkan kaki menuju dimensi spiritual adalah hausnya jiwa kita akan makna dari segala sesuatu. Terutama tentang diri kita sendiri. Di sini kita akan mengeksplorasi tentang siapa kita sebenarnya. Biasanya indikasi dari kesadaran diri adalah kita mampu menjawab pertanyaan “mengapa ?”.

Journaling adalah salah satu media yang bisa kita gunakan untuk mencari jawaban dari pertanyaan tentang diri kita. Jika aktivitas ini secara istikomah kita lakukan, maka semakin lama kita akan semakin mengenali diri kita. Dan pada akhirnya akan membawa kita pada stage kesadaran diri atau self-awareness.

Mari kita belajar dari Marcus Aurelius dan Leonardo Da Vinci tentang bagaimana mereka mengeskplorasi dirinya sendiri melalui bidang yang dipahami dan digelutinya. Marcus dengan posisinya sebagai seorang kaisar, sementara Leonardo sebagai seorang seniman, masing-masing mampu menjawab tantangan besar hidupnya melalui journaling.

Dari journalnya pula kita bisa memahami dan mengetahui bagaimana seorang Marcus memandang kehidupan, pun Leonardo. Pemahamannya Leonardo tentang optik tidak hanya berguna bagi dunia seni semata namun berkembang ke teknologi lainnya, pun tentang kebiasaannya mempelajari anatomi tubuh manusia, kini menginspirasi dunia kedokteran melalui otopsi.

Spontanitas


Mereka yang memiliki habit spontan dalam melakukan kebaikan semakin lama akan semakin memahami dunia spiritualitas. Biasanya orang-orang yang tulus dan ikhlas akan dituntun Tuhan menuju dimensi ini karena kebaikan yang dilakukannya bukan bentuk pencitraan. Bukankah Tuhan selalu berfirman bahwa Dia akan selalu bersama dengan orang-orang yang berbuat kebajikan dan memberikan petunjuk kepadanya. Setidaknya kita bisa temukan di dalam QS. Al Ahqaf ayat 12; QS. Luqman ayat 2 dan 3; QS AL Hajj ayat 37.

Mereka yang terbiasa melakukan kebaikan secara spontan (uhuy) meskipun hal kecil biasanya merupakan bentuk pengorbanan, bukan tentang untung rugi semata. Mereka tak lagi peduli tentang citra dirinya atau apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya. Baginya selama ia diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa berbuat baik, ia akan lakukan.

Panduan Visi Dan Misi


Apa misi kita di dunia ini ? Pertanyaan ini menjadi salah satu pertanyaan yang membawa saya ke dunia tulis menulis. Dulu ketika pertama kali saya menulis Blog ini, saya tak memiliki tujuan pasti karena hanya ikut-ikutan saja. Apalagi zaman itu 2009, dunia blog masih tergolong baru dan menyegarkan.

Ada tokoh-tokoh seperti Raditya Dika, Arif Muhammad dengan Pocoongnya, Alit dengan Shitliciusnya membuat orang-orang seperti saya jadi ikutan arus. Masalahnya karena ikut-ikutan saya jadi gak tahu mau diapain Blog ini, hahaha.. maka tulisan-tulisan yang ada di laman ini menjadi sangat kacau balau. Tujuannya sangat tidak jelas sama sekali.

Hingga kemudian sekitar tahun 2017, Tuhan membangunkan saya dari ketidakjelasan ini. Di tahun itulah kemudian saya mulai memperbaiki dan mengelola blog ini dengan tujuan yang lebih jelas. Meski waktu itu tujuan utama saya hanya berlandaskan asas manfaat, namun justru motivasi itulah yang membuatnya bertahan hingga saat ini.

Walaupun beberapa waktu lalu, niat awal membuat blog ini sempat terkorupsi, namun kini misi utama dari terbangunnya Blog ini telah kembali lagi. Saya memiliki motivasi lagi dalam menulis dan sifat dari misi ini pun lebih kekal. Karena tak terbatasi oleh pencapaian yang bersifat material. Bagi kalian yang sering mampir ke Blog ini mungkin merasakan sekali pola dan perubahan Blog ini. Dari blog yang bersifat “manfaat” menjadi blog yang selalu sibuk dengan angka-angka. Alhamdulillah, saya telah kembali lagi dengan visi dan misi yang sangat jelas. Compete With My Self, Encourage Others !

Kasih Sayang


Jalan ini mungkin jalan yang bagi saya sulit untuk dijalani. Hihi.. Trauma yang kita kumpulkan tanpa disadari sejak kecil menjadikan halangan terbesar untuk bisa menempuh jalan kasih sayang menuju dimensi spiritual. Namun kasus yang saya hadapi justru sebaliknya. Pengalaman spiritual yang saya alami, justru membawa saya dalam memahami bentuk dari kasih sayang tersebut.

Nah, berhubung saya belum memiliki banyak pengalaman tentang topik ini, maka penjabaran berdasarkan pengalamannya saya sudahi saja. Hahaha.. semoga kelak saya bisa revisi setelah memahami banyak hal tentang topik yang satu ini. Yang pasti karena kasih sayang Illahi-lah saya mampu bertahan sejauh ini dalam menghadapi kehidupan dan mengalami banyak hal yang kadang sulit saya ceritakan.

Mampu Merayakan Keragaman


Mereka yang bisa menerima keragaman, biasanya akan mudah menapaki dimensi spiritual. Karena mereka lebih open minded dalam segala hal. Tidak mudah melabeli sesuatu, terbuka atas segala kemungkinan namun juga memiliki pijakan yang kuat dalam bertindak atau berperilaku. Meskipun mereka bisa menerima informasi apapun, tak lantas membuatnya terombang-ombing dalam hidupnya namun justru bisa mereka memanfaatkannya sebagai perbendaharaan perspektif.

Tidak Tergantung Pada Apapun (Kecuali Tuhan)


Mereka yang mampu membebaskan dirinya dari segala hal, akan memiliki potensi untuk bisa menuju dimensi ini. Terbebasnya diri mereka dari hal yang bersifat material maupun non material justru akan mengantarkannya pada Illahi. Jika terjebak pada sesuatu, rasanya akan sangat sulit untuk melangkah jauh menuju kepadaNya, karena tujuan kita telah terdistraksi oleh sesuatu tersebut.

Entah itu bersifat material semisal harta benda ataupun yang bersifat non material seperti ilmu pengetahuan. Jika kita fokus pada hal-hal tersebut, maka proses kita belajar dan berjalan menuju kepadaNya akan terhenti selamanya. Kita akan terkurung dalamnya dan “growth” kita tidak akan mendapatkan progress. Ya karena tujuan kita tidak lagi Innalihi wa innailahi rojiun tetapi pada obyek yang lainnya.

Rendah Hati


Mereka yang berjalan di bumi ini dengan sikap rendah hati, akan diarahkan ke dimensi spiritual yang membuat hidupnya jadi lebih bermakna dan lebih tulus dalam menjalaninya. Mereka mampu memahami makna dan bijaksana dalam menjalani kehidupan.

Bijaksana artinya Tuhan memberkahi mereka kemampuan untuk berpikir dan bertindak dengan cara dan jalan yang pas. Sehingga mereka mampu merasakan kebahagiaan tanpa melibatkan hal-hal yang artifisial. Mereka mampu merasakan ketenangan jiwa dan menjalani kehidupan dengan bersahaja.

Kemampuan Reframe


Prinsip ini baru saja saya pahami meskipun sebenarnya kita telah menerapkannya tanpa menyadarinya. Semisalnya saja, ada suatu peristiwa yang dulunya kita anggap sebagai hukuman Allah SWT dalam kehidupan kita, namun berjalannya waktu dan banyaknya hal yang mengemuka di hadapan kita, justru sekarang cara pandang kita terhadap kejadian tersebut berubah. Kini kita bisa merasakan apa yang dulu kita anggap sebagai hukuman menjadi bentuk keberkahan dari kasih sayangNya.

Yang paling sering terjadi adalah peristiwa tentang perpisahan dan patah hati. Acapkali kita menganggap perpisahan dan patah hati sebagai penderitaan pada saat baru saja terjadi. Namun berjalannya waktu kita jadi menyadari bahwa peristiwa tersebut sesungguhnya adalah hal yang terbaik yang memang harus terjadi. Karena dengan peristiwa tersebut kita bisa menemukan diri kita yang menghilang ditelan society, hihihi.

Kalo kata Rumi,

“ The wound is the place where the light enters you. “

Jadi kadang Tuhan memang membuat kita menjadi patah hati supaya cahayaNya bisa masuk ke qolbu. Oleh karena itu, ada baiknya kita tak menjelekkan siapapun yang telah membuat kita patah hati, karena bisa jadi orang tersebut adalah hadiah yang telah Tuhan kirimkan kepada kita agar bisa memasuki dunia / dimensi yang selama ini kita anggap tidak ada, yaitu dunia spiritual. (Preach it ! Hihihi.. But why not, right ? Let’s reframe everything that happened in our lives !)

Sikap Positif Menghadapi Masalah


Berbahagialah kalian yang bisa selalu mencari dan melihat sisi positif dari suatu masalah sekalipun chaos. Pada akhirnya pikiran kita yang selalu positif akan mengantarkan kita pada dimensi spiritual. Kita bisa memahami dan memberi makna pada setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup ini. Pun pikiran positif akan selalu menawarkan solusi untuk setiap permasalahan yang kita hadapi.

Dorongan Berkarya / Berkontribusi


Bisa jadi ini adalah salah satu aspek yang dulu tidak saya pahami. Namun ketika saya mulai belajar tentang jenis-jenis kecerdasan manusia, kemudian mulai mengulik tentang hal-hal yang sifatnya spiritual, perlahan-lahan saya jadi mengerti tentang tujuan saya berkarya “menulis” melalui berbagai format. Dari mulai yang berbentuk fisik (journaling), hingga menulis di platform blog.

Sekarang saya paham bahwa menulis ini bukan lagi sekedar hobi dan aktivitas dalam mengisi waktu luang. Namun juga sebagai salah satu bentuk “panggilan jiwa”. Berbagi di blog ini kini memiliki makna baru dalam sudut pandang saya. Tak hanya tentang hobi dan kesukaan semata, tapi juga ketetapan yang memang telah Tuhan siapkan untuk saya. Maka saya harus mensyukuri nikmatnya ini. Dan menjalaninya dengan sebaik-baiknya sebagai amanah.

Perjalanan saya tentang menulis sebenarnya sudah dimulai sejak sekolah dasar. Waktu itu saya suka membaca majalah Bobo, terutama tentang cerita pendeknya. Hobi itu menginspirasi saya untuk membuat cerpen serupa namun saya tulis di buku tulis biasa. Sayangnya hobi saya itu tidak ada yang mensupportnya, hahaha.. Ya jadi.. cerpen itu pun yang baca hanya diri saya sendiri. Saya juga tak pernah menyangka bahwa passion itu masih tetap menyala meski saya tak pernah mengakomodirnya.

Beberapa tahun lalu saya pun tidak pernah berpikir akan bisa tetap istikomah dalam menulis dan berbagi di blog ini. Mengingat saya itu tipikal orang yang mudah banget bosan. Apalagi bebrepa waktu lalu saya sempat kehilangan motivasi menulisa. Namun karena pertolongan, perlindungan dan petunjukNya saya jadi memahami mengapa saya diarahkan untuk menjadi seperti sekarang ini. Alhamdulillah.

BUAH KECERDASAN SPIRITUAL


Jika prinsip di atas adalah hal yang mengantarkan kita pada kecerdasan spiritual, lantas apa sih yang kita dapatkan ketika sudah berada di dimensi ini ? Buahnya kecerdasan spiritual itu apa ? Nah berikut ini ada lima hadiah yang Tuhan berikan kepada kita jika sudah bisa menembus dimensi ini, yaitu :

  • THE GIFT OF DISCERNMENT : kemampuan manusia dalam memahami sesuatu. Nah ini yang saya maksudkan ketika mengatakan “paham sesadar-sadarnya” karena terkadang apa yang kita lakukan, tidak kita sadari sepenuhnya. Istilah yang populer saat ini adalah hidup yang “mindfulness”. Apapun yang kita dapatkan dan lakukan kita merasakan kesadaran “concious” sepenuhnya dalam prosesnya.
  • THE GIFT OF KNOWLEDGE : anugerah yang berupa intuisi atau ilham. Sebenarnya ada banyak hal dalam hidup yang kita kerjakan atau pikirkan berdasarkan intuisi atau ilham. Hanya saja kita tak pernah menyadarinya, sehingga kita menyebutnya dengan kata “secara kebetulan”. Pada dasarnya tak ada hal yang kebetulan di dunia ini, semua telah diskenariokan oleh Allah SWT. Jika kita melakukan sesuatu yang mengarah pada “kebetulan” itu dikarenakan yang mengatur dan mengoperasikannya adalah otak bawah sadar atau unconcious mind.
  • THE GIFT OF WISDOM : kemampuan manusia menemukan hubungan antara ilmu pengetahuan dan kehidupan nyata. Ia mampu menempatkan apa yang diketahuinya dan mengimplementasikan pengetahuannya di kehidupannya dengan porsi yang pas. Tidak kurang tidak berlebihan. Kebijaksanaan ini bisa kita temukan pada filsuf terdahulu seperti socrates, seneca, marcus aurelius, lao tsu dan orang-orang yang pikiran dan tingkah lakunya selaras.
  • THE GIFT OF PROPHECY : Orang yang bisa membaca secara luas dan dalam atas segala sesuatu yang berhubungan, tidak hanya masa sekarang tetapi juga masa lalu dan masa depan. Contoh nyatanya tentu saja Nabi kita tercinta, Rosulullah SAW. Kita bisa melihat dengan nyata bagaimana AlQuran, kitab suci yang diturunkan kepadanya mencakup kehidupan masa lalu yang tercermin dari kisah para Nabi terdahulu, masa sekarang - (yang sangat relevan dengan kehidupan Rosullah saat itu) - dan juga masa yang akan datang (di mana saat ini, kita yang berada di “masa datang” saat AlQuran diturunkan). Pun masa sekarang ini segala sesuatu masih sangat relevan dengan apa yang disampaikan di dalam AlQuran. Ini karena semua yang tertera dalam AlQuran adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Rosuluallah melalui malaikat Jibril. Dialah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, yang nyata maupun yang ghaib.
  • THE MIND OF GOD : Orang-orang yang hidupnya sudah selaras dengan kehendak Allah SWT. Maka orang-orang ini adalah implementasi dari firman Allah SWT yang tertera dalam QS Anfal ayat 17. Pun kita juga bisa melihat implementasi ini pada Rosul kita, di mana ia dijuluki sebagai AlQuran yang berjalan / hidup.

Itulah beberapa buah dari kecerdasan spiritual. Bahkan kemampuan kita dalam memahami sesuatu saja merupakan karunia atau anugrah Tuhan yang sangat luar biasa. Bukankah sering terjadi saat kita telah membaca suatu hal berkali-kali namun tak juga memahami makna yang terkandung di dalamnya, hingga suatu hari kita mendapati moment eureka ?

MANFAAT KECERDASAN SPIRITUAL





Apa sih pengaruhnya dalam kehidupan kita apabila kita memilki kecerdasan spiritual ? Nah, menurut Dr. Fahrudin Faiz dalam Ngaji Filsafatnya, ada beberapa manfaat yang kita rasakan setelah mendapatkan atau mengaktifkan kecerdasan ini, di antaranya :
  • Hidupnya semangat dan seimbang secara jasmani maupun rohani.
  • Mampu mengontrol diri ataupun emosinya karena telah memiliki kecerdasan emosi.
  • Reflektif dan introspektif.
  • Siap menjadi sukses ataupun sebaliknya. Menerima dan ridho akan takdir hidupnya.
  • Orang tersebut mau berjuang sekaligus mau berkorban.
  • Hidupnya dalam cinta dan pengabdian. Atau tidak egois.

Strategi yang digunakan bisa melalui rumus H.E.A.R.T :

  • H ( Heal in his presence ) : Hidup yang sehat (mindfulness). Ia menyadari apa yang dirasakan dan dilakukan saat ini. Ia fokus terhadap apa yang dihadapi saat ini. Termasuk mensyukuri apa yang ia miliki saat ini. Terkadang kita ini hidup di masa lalu dan di masa datang. Kita lupa bahwa apa yang dinamakan hidup itu sejatinya apa yang kita alami saat ini. Masa lalu tidak akan kembali, meskipun beberapa peristiwanya bisa saja terjadi lagi di masa sekarang. Itulah mengapa kita harus senantiasa belajar dari setiap kejadian. Dengan begitu kita bisa memiliki bekal ilmu dari pengalaman yang lalu, untuk menghadapi peristiwa serupa yang terjadi di masa sekarang.
  • E (Engage with purpose) : Memiliki tujuan hidup. Inilah pentingnya kita mengenali diri sendiri sehingga bisa mengetahui kemanakah tujuan hidup kita sesungguhnya. Jika kita memahami kalimat Innalillahi wa inna illahi rojiun, maka sudah saatnya kita mempersiapkan diri untuk menempuh perjalanan ini.
  • A (Achieve with gratitude) : Hidup dengan penuh rasa syukur. Dengan rasa syukur yang berlimpah di dalam hati kita, hidup itu rasanya akan cukup. Jika hidup kita ini selalu ada yang kurang, mungkin karena keinginan kita itu terlalu banyak. Punya mimpi tidak masalah, namun jangan lupa bahwa apa yang kita miliki hari ini juga patut disyukuri. Dengan begitu kita bisa merasakan limpahan rahmat Illahi. Jangan sampai kita menyesali bahwa apa yang kita miliki sekarang diambil kembali oleh Illahi tanpa kita menikmatinya.
  • R (Raise with patience and humility) : Hidup dengan penuh rasa sabar dan rendah hati. Sifat sabar mampu menyelamatkan kita dari banyak mala petaka. Itulah mengapa Allah SWT selalu berfirman dan mengingatkan manusia untuk selalu bersikap sabar dan tawakal. Memiliki sifat rendah hati akan membantu kita dalam proses bersosial, aspek hablum minannas akan terpenuhi dengan baik. Pun kita juga jadi ridho dengan segala ketetapanNya.
  • T (Thrive with compassion) : Menjalani hidup dengan kasih sayang. Mungkin startegi ini sangat tidak mudah kita jalani. Apalagi kita terkadang berada di lingkungan yang toxic. Namun dengan belajar mengendalikan diri dan bersikap sabar, perlahan kita bisa menumbuhkan rasa ini pelan-pelan. Dan jangan lupa untuk selalu meminta bimbingan, rasa syukur dan cinta kasih kepadaNya. Karena hanya Dia-lah yang mampu membolak-balikkan hati manusia.

Itulah 5 stragetegi yang bisa kita gunakan untuk masuk ke dimensi ini. Pada dasarnya dimensi spiritual sangat lekat dengan Qolbu. Karena ilmu ini mewadahi ilmu tentang rasa sekaligus juga logika.

CIRI-CIRI MANUSIA CERDAS SECARA SPIRITUAL


Untuk mengindikasikan manusia yang cerdas secara spiritual, kita bisa melihatnya dari ciri-ciri berikut ini :
  • Mengenali dirinya sendiri dan juga lingkungan sekitarnya. Orang yang cerdas secara spiritual biasanya suka bertafakur, berkontemplasi dan juga mengobservasi, sehingga ia bisa mengenali kelebihan dan kelemahannya sendiri serta memahami lingkungan sekitarnya.
  • Menjalani hidup dengan ketulusan dan rendah hati. Orang yang cerdas secara spiritual akan menjalani hidupnya dengan tenang atau mutmainah meskipun didera banyak sekali ujian dan cobaan. Karena hidupnya telah dipenuhi dengan ketulusan dan kerendahhatian. Ia tak lagi temperamen atas apa yang orang hinakan kepadanya, karena ia memahami hakekat dari penderitaan. Ia tak perlu menunjukkan dan repot-repot menjelaskan tentang dirinya karena reputasi sudah bukan tujuan utamanya. Apapun yang dilakukannya berujung hanya pada Ilahi.
  • Sadar batas pengetahuannya. Orang yang cerdas secara spiritual lebih banyak mengatakan “tidak tahu” untuk beberapa hal yang sebenarnya telah ia pelajari. Karena sesungguhnya ilmu itu, semakin kita pelajari semakin rumit dan mendalam. Seperti topik yang ada di Blog ini. Semakin saya pelajari tentang sesuatu, akan banyak cabang ilmu yang bermunculan pula untuk dipelajari lagi. Dan jika kita perhatikan dengan seksama, segala sesuatu itu saling berhubungan satu sama lainnya. Hanya saja tak semua pengalaman harus kita bagikan, terlebih tentang ilmu pengetahuan yang tak banyak orang mampu memahaminya kecuali dengan pembelajaran khusus. Daripada nanti salah tafsir, akan lebih baik jika ilmu ntersebut dipelajari dengan matang dan diamalkan dalam kehidupannya sendiri saja.
  • Percaya pada kebijaksanaan kehidupan. Orang yang cerdas secara spiritual tak mudah galau atau bahasa sederhananya selalu ridho dengan apa yang terjadi. Ia telah memahami segala sesuatu ada sunnatullahnya. Ada masa di mana harus sedih, ada masa di mana merasa bahagia. Ada masa di mana harus menghadapi masalah, ada juga masa di mana bisa terlepas dari masalah. Karena setiap hal akan berpengaruh satu sama lainnya.
  • Tidak tertarik menjadi apa yang orang lain inginkan. Manusia yang sudah cerdas secara spiritual tidak mudah digoyahkan oleh iming-iming orang lain. Karena mereka telah memahami dan mengenali dirinya. Ia tahu apa yang ia inginkan, ia tahu apa yang ia rasakan, dan ia juga memahami apa yang cocok untuk dirinya. Karena mereka telah mampu menarik benang merah dari setiap kejadian yang Tuhan tetapkan untuk dirinya. Ini karena ia percaya pada kebijaksanaan hidup.
  • Kebijaksanaan. Orang cerdas secara spiritual biasanya adalah orang yang bijaksana. Karena ia telah mengetahui takaran yang pas untuk hidupnya. Ia tahu ilmu yang harus dia terapkan dengan porsi yang pas. Mungkin kita orang awam yang melihatnya seringkali gemas dengan jalan pikirannya, karena terkadang mereka ini menerapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan cara pikir kebanyakan orang.
  • Dermawan. Orang yang cerdas secara spiritual umumnya adalah orang yang dermawan. Mereka ingin menebarkan kebaikan dengan apa yang mereka miliki.
  • Tenang. Sikap tenang dan damai dalam menjalani kehidupan dikarenakan jiwanya telah mutmainah. Ia tidak mudah grasa-grusu dalam merespon atau bereaksi terhadap sesuatu.
  • Merangkul siapapun yang hadir dengan rasa syukur. Orang yang cerdas secara spiritual telah memahami tentang kesejatian manusia maka jangan heran jika mereka mampu merangkul siapapun dalam hidupnya. Ia memahami bahwa siapapun yang hadir dan pergi dari hidupnya adalah kehendak Illahi.
  • Membersihkan diri dari ketertarikan duniawi. Orang yang cerdas secara spiritual biasanya akan mengasingkan diri dari duniawi. Bukan berarti ia akan menepi ke hutan belantara atau area tak berpenghuni tetapi tidak lagi memprioritaskan urusan-urusan duniawi. Apapun yang mereka lakukan pada akhirnya bertujuan sebagai kontribusi ataupun memperjuangkan makna hidup yang diyakininya. Dan lagi-lagi niatnya akan bermuara pada Lillahi ta’ala.
  • Menspritualkan pengalaman. Orang yang cerdas secara spiritual pada akhirnya akan menghubungkan apapun yang ada dalam hidupnya kepada Tuhan. Entah itu pengalaman maupun ilmu pengetahuan. Karena mereka menyadari sepenuhnya lewat rasa dan akal bahwa segala sesuatu bersumber dari satu resource, Tuhan Semesta Alam.

CARA MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL


cara meningkatkan kecerdasan spiritual



Jika kita sudah memahami strategi dan manfaatnya, serta mengetahui indikator orang yang telah cerdas secara spiritual, maka tak ada salahnya kalo kita juga ikut merasakan pengalaman yang sama dengan meningkatkan kecerdasan spritual kita. Seperti apa caranya ?

Beberapa langkah di bawah ini saya dapatkan setelah ngaji filsafat bersama dengan Dr. Fahrudin Faiz. Semoga apa yang saya sampaikan di Blog ini, tak jauh beda maknanya dengan apa yang disampaikan beliau.

Agar kalian memiliki referensi yang sama, saya juga akan melampirkan videonya di Blog ini sehingga kalian juga bisa menangkap langsung apa yang beliau sampaikan. Karena yang saya kuatirkan, perspektif kita dalam menerima kajian beliau bisa saja berbeda. Hihihi..

  • Kesadaran kekinian – kedisinian >> mari kita belajar untuk ridho terhadap apapun yang terjadi dalam hidup kita. Cobalah untuk tidak mengeluh dan perbanyak bersyukur agar pikiran kita pun dipenuhi dengan hal-hal yang positif.
  • Niat berubah menjadi lebih baik >> apapun yang kita lakukan di dalam kehidupan ini selalu bersumber dari NIAT. Tindakan yang kita lakukan sehari-hari pun dimulai karena niatnya. Maka mari kita perhatikan niat kita dalam melakukan segala sesuatu. Pastikan untuk kebaikan.
  • Refleksi tentang hakikat diri >> Tuhan seringkali menskenariokan waktu kita untuk sendiri. Sayangnya kita sering tidak menghiraukannya dan justru mencari segala cara agar tidak sendiri. Padahal kesendirian itu Tuhan berikan agar kita bisa fokus mengenali diri kita sehingga kita perlahan bisa menuju ke dimensi ini. Mari mulai sekarang kita belajar untuk menerima kesendirian dan mengisinya dengan tafakur. Agar kita bisa mengenali hakikat diri dan menjalani hidup dengan memiliki tujuan yang jelas.
  • Menemukan dan menakhlukkan halangan. Semakin kita sering bertafakur, semakin kita mampu menemukan halangan yang membuat kita berhenti berproses. Dan untuk bisa menemukannya tentu dibutuhkan banyak referensi keilmuan. Maka mulai sekarang, yuk sama-sama belajar agar bisa menemukan halangan dalam diri kita dan kemudian mampu menakhlukkannya.
  • Mengeksplorasi ragam kemungkinan. Ada banyak posibilities yang dihadirkan oleh Tuhan untuk kita. Sayangnya terkadang kita sering mengacuhkannya. Untuk bisa cerdas secara spiritual, yuk sekarang kita sama-sama belajar mengeksplorasi apa saja kemungkinan yang bisa membuat jiwa kita berkembang.
  • Komitmen di satu jalan. Setelah kita menemukan banyak kemungkinan yang bisa kita jalani, justru saatnya kita untuk menentukan komitmen di satu jalan saja. Kita pilih jalan tersebut sesuai dengan passion dan kemantapan batin kita. Setelah itu mari kita belajar fokus untuk menjalaninya, memberikan kritik pada diri sendiri (intropeksi diri), dan fokus untuk mengembangkan pilihan kita sendiri.

Wah, ternyata bahasan tentang kecerdasan spiritual ini sangat panjang ya ? Hahaha.. Gak nyangka saya menulis melebihi 4000 kata dalam satu artikel. Sebenarnya topik ini masih panjang kalo dibahas. Namun berhubung ini hanya tulisan di Blog dan orang juga males baca artikel yang terlalu panjang, saya sudah samapi di sini aja ya Gaes.  

Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi teman-teman yang ingin menulis tentang topik serupa atau justru sedang mempelajarinya. Setelah beberapa pengalaman yang bersifat spiritual saya alami sendiri, kini saya pun juga mulai belajar untuk memahaminya agar tidak gagap dalam menghadapinya. Dan yang pasti, saya pun belum cerdas secara intelektual, emosi maupun spiritual. hahaha.. Tulisan-tulisan yang ada di Blog ini justru adalah media saya belajar untuk memahami dimensi manusia yang begitu kompleks. 

Daftar Pustaka :

Post a Comment

0 Comments