TIPS MENGELOLA BURNOUT UNTUK PENULIS

Tips Mengelola Burnout Untuk penulis

[ewafebri.com] | Tips Mengelola Burnout Untuk Penulis.

Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh stres berkepanjangan. Bagi penulis, burnout bisa menjadi penghalang serius untuk produktivitas dan kreativitas. Nah di artikel ini saya akan membahas tentang mengenali tanda-tanda burnout dan strategi pemulihan yang efektif bagi penulis agar tetap produktif dan bersemangat.

Tips Mengelola Burnout Untuk Penulis  

Pasti banyak dari kalian yang sedang baca blog ini hobi menulis. Entah dalam bentuk digital, journaling atau suka mencatat materi atau topik tentang self development, iya kan ? Menulis itu memang pekerjaan yang terkesan sepele, bisa dikerjakan dengan duduk berjam-jam, di temani cemilan dan kopi atau teh. Eits, tapi jangan salah loh ya ? Karena kita juga bisa mengalami kelelahan yang luar biasa tanpa disadari.

Beberapa hari yang lalu saya sempat tiga hari menulis non stop, dari membuat beberapa artikel dan juga mengembangkan isi ebook. Di hari ke empat, ternyata bahu saya mulai terasa sakit dan panas. Bahkan sesekali terasa seperti ditusuk duri. Kemudian saya memilih untuk istirahat di hari itu. Selain terasa pegal ternyata badan saya juga terasa demam. Biasanya kalo sudah begini, bisa lanjut males nulis dan beraktivitas lainnya. Bawaannya cuma pingin rebahan dan scroll timeline aja. Hahaha...

Sebenarnya gejala seperti ini sering banget saya rasakan, Kemudian saya mulai mengamati pola dan triggernya. Apa kira-kira yang membuat saya jadi seperti itu. Soalnya kalo didiemin aja, bisa jadi hilang motivasi buat menulisnya. Makanya saya perlu mencari cara untuk menghadapi gangguan seperti. Mungkin teman-teman yang gemar menulis juga sering merasakan seperti ini ya ? Jika kalian juga sedang mengalami ini dan mencari solusinya, semoga artikel ini bisa membantu ya !

Mengenali Tanda-tanda Burnout

Cara mengenali tanda burnout pada diri

Menulis adalah proses kreatif yang membutuhkan konsentrasi, inspirasi, dan energi. Namun, tekanan untuk memenuhi tenggat waktu, ekspektasi yang tinggi, dan beban kerja yang berlebihan kadang bisa menyebabkan burnout. Burnout sendiri terjadi bukan hanya karena kita lelah secara fisik saja, tetapi juga mental dan emosi. Apalagi menjadi seorang penulis itu kan kita juga harus memaksimalkan fungsi kognitif dan empati, sehingga apa yang kita sampaikan terasa relate dengan pembaca. 

Belum lagi kalo penulis fiksi yang sering bercerita untuk menyampaikan berbagai macam emosi dan perspektif dari karakter-karakternya. Tentu hal ini akan menambah rasa lelah secara mental dan emosional ya ? Untuk itu penting bagi penulis mengenali tanda-tanda awal burnout agar bisa mengambil langkah-langkah untuk pulih dan menjaga keseimbangan. Apa saja sih tandanya ?

1. Kelelahan yang Berkelanjutan 

Lelah berkelanjutan ini maksudnya adalah merasa lelah secara fisik dan emosional meskipun telah cukup istirahat. Tanda yang ini tuh biasanya mudah dikenali karena rasa lelahnya kayak gak habis-habis gitu. Udah gitu area bahu dan lengan terasa sangat panas, terutama bila kita sering menulis menggunakan keyboard.

Tanda-tanda lainnya bisa kita rasakan saat merasa kesulitan bangun pagi, merasa lesu sepanjang hari, badan berasa pegal dan sering mengantuk. Padahal kita sudah istirahat cukup. Bahkan kadang area kepala sampai tengkuk terasa sangat melelahkan.

2. Kehilangan Minat dan Motivasi Dalam Diri

Hilangnya gairah untuk menulis dan aktivitas kreatif lainnya juga menjadi salah satu tanda kita mengalami burnout. Menghindari tugas menulis, merasa jenuh dengan topik yang biasa disukai, dan kehilangan semangat atau bahkan mengabaikan draft-draft yang sudah tersimpan banyak.

Setelah beberapa tahun menulis yang baru menyadari bahwa motivasi yang paling sulit itu adalah saat kita menumbuhkannya di dalam diri. Motivasi dalam diri akan membantu kita produktif meski tak mendapatkan feedback dari luar. Sementara motivasi dari luar akan membuat kita berhenti berkarya apabila sudah tidak ada lagi. Jadi tetap menjaga motivasi diri adalah cara ninja untuk menjadi produktif.

3. Penurunan Produktivitas

Tanda lainnya adalah kita akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas karya tulis. Misalnya saja, biasanya karya tulis kita itu isinya lebih komprehensif, insightful dan memiliki banyak sumber riset. Namun mendadak tulisan kita hanya sebatas barisan kalimat dan paragraf yang asal saja. Yang penting kita sudah memenuhi target menulis. 

Ini juga bisa menjadi indikasi kita sedang lelah, karena kita merasa asal-asalan aja gitu nulisnya. Atau bisa juga seperti yang saya sebutkan di atas tadi, banyak kumpulan draft yang tidak tereksekusi, isi tulisan merasa kureng dan yang lebih parah bawaannya pingin menunda buat menyelesaikannya. Pernah gak kalian begini ? Pasti pernah ! iya kan ? Ngaku !

4. Perasaan Keterasingan dan Sinisme

Burnout juga bisa ditandai dengan perasaan sinisme, asing dan detachment yang berlebihan. Kita memang membutuhkan sikap sinis, asing dan asing pada porsi yang tepat. Namun ketika sudah berlebihan yang mengurung diri terus menerus di dalam kamar gelap, bisa jadi jiwa kita memang sedang lelah dan membutuhkan istirahat yang cukup. Saat kita merasa terisolasi dan skeptis terhadap pekerjaan dan rekan kerja atau bahkan lingkungan sekitar, itu menjadi tanda bahwa kita memang butuh jeda sejenak dan memulihkan kembali keadaan jiwa kita agar lebih sehat.

Mungkin bagi sebagian orang introvert merasa bahwa menjauh dari lingkungan dan interaksi sosial adalah sifat bawaan. Saya pun sebagai seorang INFJ-A, (Assertif Introvert) sering terasa tersiksa apabila berinteraksi secara berlebihan. Terkadang saya memilih untuk berinteraksi dengan alam sekitar meski tidak harus berinteraksi dengan manusia lainnya. Memang kita butuh menarik diri sesekali dan menghubungkan diri hanya pada Tuhan Yang Maha Esa.

Sesekali boleh juga dengan mengeksplorasi alam sekitar dan lebih engage dengan alam semesta. Kebetulan saya tinggal di desa, jadi masih bisa menikmati sawah, pemandangan gunung atau sekedar cari angin di bawah pohon bambu di pinggir kali sambil kontemplasi Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Jadi enggak sekedar nglamun aja ya ? Tapi justru mengingat Tuhan Yang Maha Esa dengan menyaksikan dan menikmati CiptaanNya.

5. Masalah Kesehatan Fisik

Jangan salah loh ya, ternyata rasa stress dan kecemasan yang berlebih juga bisa menyebabkan burnout sehingga nampak menjadi penyakit fisik. Misalnya saja kita jadi sering merasa sakit kepala, memiliki gangguan tidur (Insomnia), masalah pencernaan, dan penurunan imunitas. Dulu saya pikir insomnia itu sesuatu hal yang keren dan normal. Hihihi... Ternyata enggak ya ? Justru kita harus mencari tahu mengapa kita tidak bisa tidur dengan lelap, sehingga saat tubuh membutuhkan istirahat cukup, kita justru membiarkan tetap aktif sepanjang malam, yang meskipun cuma dihabiskan dengan cara rebahan doang. Iya kan ?

Itulah beberapa tanda burnout yang sering kita alami namun kadang tidak kita sadari karena pada dasarnya kita merasa bahwa gejala tersebut hanya gangguan sementara yang akan hilang dengan sendirinya. Burnout jangka panjang akan membuat kita tak lagi termotivasi bahkan bisa saja menjadi vegetatif alias kita hidup tapi tak lagi ingin melakukan apa-apa. Jadi mari kita kenali kebutuhan tubuh dan jiwa kita, sehingga di dalam kehidupan ini kita bisa menyelesaikan apa yang telah ditugaskan oleh Tuhan dalam di dunia sebelum kita kembali KepadaNya.

Strategi Pemulihan Burnout

Strategi pemulihan burnout

Ada gejala, ada penyebab, tentu ada juga strategi untuk memulihkan kondisi dari diri kita donk ya ? Lantas apa saja hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah ini dengan baik.

1. Mengatur Waktu dengan Bijak (Time Management)

Mengelola waktu ternyata menjadi salah kunci agar kita terhindar dari burnout (lelah secara jiwa dan raga) terutama bagi penulis yang tidak memiliki batasan waktu tertentu. Kadang ketika kita lagi on fire jadi lupa istirahat kan ? Pinginnya di-gas terus hingga kelar topiknya, 

Ternyata justru yang seperti ini sering membuat kita lelah pake banget loh gaes. Jadi belakangan saya mulai membuat perencanaan dan pengaturan waktu agar jam kerjanya memiliki porsi yang tepat. Apa saja yang bisa dilakukan untuk mengelola waktu ? ini beberapa tips buat kalian :

  • Membangun Habit >> Cobalah untuk membuat jadwal yang realistis tetapi juga fleksibel. Apalagi penulis (freelancer terutama) kan biasanya memang tidak memiliki jam kerja yang fixed, kecuali kita sendiri yang membuat dab mengelolanya, Kebetulan saya menggunakan Bullet Journal untuk membantu membuat jadwal dan prioritas. Sejujurnya saat awal memang susah banget ngejalaninnya tetapi saya berusaha konsisten dan bertahan di 3 bulan pertama. Dan ketika sudah menjadi aktivitas yang otomatis maka kita tak lagi membutuhkan jadwal yang ketat, karena tubuh kita secara otomatis akan melakukan kebiasaan tersebut tanpa perlu direncanakan.
  • Membuat Skala Prioritas dan Fokus Mengerjakannya [Strategic Thinking] >> Jika kita sudah mampu membangun suatu habit (posistif), maka selanjutnya cobalah untuk membuat dan menetapkan skala prioritas yang kita miliki. Contoh nih ya : pada masa 3 bulan pertama kita tidak terbiasa dengan aktivitas menulis, maka kita harus membuatnya menjadi habit terlebih dahulu. Misalnya :
    • 6.00 - 9.00 kita mengerjakan pekerjaan rumah (bagi yang muslim biasanya aktivitas di mulai dari sehabis salat subuh kan ? tinggal disesuaikan jam dan kegiatannya)
    • 09.00 - 11.00 Aktivitas menulis (bisa saja melakukan riset, kemudian jika sudah selesai bisa membuat draft, atau bisa juga menyelesaikan draft, dan lain-lain). Agar tidak melelahkan kita bisa menggunakan sistem pomodoro untuk mengatur waktu dan menghindari distraksi yang gak berarti.
    • 11.00 - 13,00 Istirahat (bisa makan siang, ibadah dzuhur atau tidur sejenak (napping), tinggal disesuaikan.
    • 13.00 - 15.30 Lanjutkan aktivitas menulis.
    • 15-30 - 18.00 aktivitas rumah atau evening routin misalnya bersih-bersih rumah, mandi, santai atau melakukan aktivitas lainnya)
    • 18.00 - 20.30 aktivitas ibadah dan santai lainnya (baca buku, interaksi sosmed, bikin sketsa (yang suka art), nonton youtube atau hal-hal ringan lainnya.
    • 20.30 - 21.00 Journaling (membuat review hari ini, cari ide penulisan, brainstorming dan lainnya. Baru kemudian tidur hingga jam bangun kita.

Jika habit tersebut sudah menjadi otomatis maka selanjutnya, kita menyusun rencana atau to do list berdasarkan pada skala prioritas yang sudah ditetapkan. Misalnya saja : Prioritas utama kita adalah menyelesaikan ebook yang sudah memiliki draft sebelumnya, maka setiap memasuki jam aktivitas menulis, kita lbisa ebih fokus pada kegiatan menyelesaikan tulisan dibandingkan membuat riset baru. Atau jika kalian merasa riset dengan materi baru menjadi fokus utama, maka pada saat memasuki jam aktivitas menulis, dahulukan untuk membuat riset dibanding meneruskan draft sebelumnya atau proses lainnya.

2. Mengembangkan Kebiasaan Self-Care

Menurut beberapa sumber online, Self Care bukanlah solusi bagi burnout. Tetapi kalo menurut saya, Self Care bisa menjadi salah satu strategis mengatasi masalah burnout. Memang sih, self care bukan menjadi satu-satunya cara untuk memulihkan diri kita dari burnout, karena kita membutuhkan langkah pendukung lainnya agar masalah ini bisa teratasi.

Merawat diri sendiri merupakan cara kita untuk menjaga keseimbangan fisik dan emosional. Kita harus menyadari bahwa burnout ini kan memang terjadinya bukan semata hanya lelah fisik saja tetapi juga mental kita. Jadi memberikan jeda bagi keduanya sebelum aktif kembali adalah langkah untuk membebaskan diri dari kondisi burnout yang berkepanjangan. Caranya kita bisa memanfaatkan beberapa hal berikut ini :
  • Tetapkan waktu istirahat yang cukup setiap hari. Selain itu bagai freelancer atau penulis mandiri yang harus mengelola waktunya sendiri pastikan untuk memiliki satu atau dua hari untuk beristirahat. Misalnya saja kalian memilih weekend atau waktu lainnya, disesuaikan dengan kebutuhan kita.
  • Lakukan aktivitas relaksasi seperti meditasi, jalan kaki sambil menikmati alam, menenangkan diri dengan melakukan berbagai macam hobi yang ringan. Paling tidak sempatkan waktu untuk hal-hal yang berbeda dari rutinitas sehari-hari.
  • Makan makanan sehat dan berolahraga secara teratur. Serta jangan lupa mengatur pola serta waktu yang tepat untuk makan dan berolahraga.

Hal paling penting dalam self care adalah kita memahami kapan waktu memulai dan kapan waktu berhenti. Misalnya : meski namanya berolah raga namun jika sebelumnya kita telah melakukan pekerjaan yang terlalu berat dan dilakukan saat larut malam di mana tubuh kita butuh istirahat, tentu ini bisa menimbulkan masalah baru lagi ya ? Bukannya sehat, kita bisa makin tambah sakit. Jadi memahami tubuh kita dan apa saja kebutuhannya merupakan kunci self care yang baik.

3. Ciptakan Quality Time Atau Buat Intermeso

Ciptakan Quality Time Dan Self Care

Membangun jaringan dukungan untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan dukungan agar kita bisa termotivasi. Meski cara ini tidak bisa diterapkan ke semua orang. Bagi seorang introver seperti saya, kesendirian dan Quality time sama diri sendiri adalah cara terbaik untuk memulihkan energi. Kadang saya justru merasa sangat lelah bisa sering berinteraksi dengan orang lain. Saya selalu membutuhkan waktu sendiri untuk memulihkan energi dan produktif.

Ada orang-orang yang bisa kembali semangat dan produktif ketika ia bertemu dengan orang yang sefrekuensi dengannya. Tetapi bagi saya justru ini sebaliknya. Saya pernah bergabung dengan komunitas dan aktif di dalamnya, yang justru kemudian membuat saya lelah dan tak termotivasi. Sehingga kemudian saya memahami bahwa untuk bisa kreatif, kritis dan produktif justru saya harus sendiri. 

Ya, sesekali keluar rumah menyapa tetangga atau ikut nimbrung kalo ada kegiatan sih tidak masalah. Itung-itung Intermeso. Tetapi saya bukan orang yang betah berlama-lama bersosialisasi. Nah, yang memahami apakah kita bisa termotivasi dengan atau tanpa dukungan dari luar adalah diri kita sendiri.

4. Menetapkan Batasan yang Jelas

Memahami batasan kita dalam beraktivitas juga penting dilakukan loh. Hal ini bisa mencegah rasa lelah yang berkepanjangan. Buatlah aturan untuk diri sendiri dengan menjadwalkan perbedaan di hari yang berbeda. 

Misalnya nih dari kegiatan saya ya ? Untuk hari senin dan kamis dari pagi hingga sore hari saya fokus pada kegiatan menulis dan belajar. Saat hari Jumat dari mulai jam 07.00 hingga 10.00 pagi saya fokus membersihkan halaman dan kebun seperti memotong rumput, menanam bunga, memotong dahan dan lain-lain. Berkebunlah ceritanya, hihihi..

Masuk di hari Sabtu saya justru santai sejenak. Kadang saya gunakan untuk melukis, membuat craft, journaling atau melakukan hobi yang lain. Di hari Minggu saya memilih untuk olahraga jalan kaki, kalo dihitung kurang lebih biasanya saja jalan kaki sepanjang 7 km (Pulang Pergi). Setelah itu bersantai atau menikmati quality time sendiri aja. Hihihi.. Begitu seterusnya. 

Langkah lainnya kalian bisa gunakan tips ini : hindari multitasking yang berlebihan karena justru membuat hasil kerjaan kita tidak maksimal. Tidak harus sempurna tetapi yang penting kita melakukan yang terbaik dan termaksimal sehingga kita tidak merasa kecewa dengan hasil akhirnya. Belajar mengatakan tidak jika kita memang tidak merasa mampu melakukannya.

5. Merefleksikan dan Menetapkan Tujuan Ulang

Membuat review dan berkontemplasi kembali tentang tujuan kita menulis, apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Hal ini bisa membantu kita kembali ke jalur yang semestinya. Misalnya tujuan kita menulis sudah tidak lagi sesuai dengan niat awal atau berubah, maka kita perlu menetapkan ulang kembali agar beban pikiran kita juga berkurang.

Dulu waktu saya pertama kali menulis, tujuan awal saya hanya ingin bermanfaat bagi orang lain tanpa berpikir akan memonetasinya. Lantas, ketika tulisan saya dihargai, maka saya menjadi materialistis. Setiap menulis yang saya pikirkan hanyalah tentang angka dan cuan. Misalnya saja gimana cara mendapatkan follower dengan jumlah tertentu, memiliki target trafik dan lainnya. 

Di sinilah kemudian saya mulai mengalami burnout. Karena jika target trafik mulai menurun maka saya menjadi stress. Kemudian saya memutuskan untuk berhenti, dan gak main-main saya sempat hiatus dua tahun lebih, sampai akhirnya saya memutuskan untuk merevisi kembali tujuan saya menulis. Alhamdulillah saya kembali produktif sekaligus menulis dengan gembira. Sehingga apa yang saya tulis juga beda rasanya.

6. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman

Setelah saya kembali aktif menulis, kini saya mulai membuat lingkungan kerja yang nyaman. Meski saya tidak punya teman kerja dalam satu ruangan, tetapi saya membuat area yang saya gunakan untuk menulis menjadi lebih nyaman. Misalnya saja sebelum memulai menulis pastikan ruangan yang kita gunakan bersih dan rapi. 

Bukalah jendela yang lebar agar sirkulasi udaranya berjalan lancar. Siapkan alat yang kita butuhkan di dekat kita, misalnya saja buku journal atau catatan, alat tulis, dan lain-lain. Jika perlu tambahkan elemen yang estetik agar kita semangat dalam menulis, misalnya tanaman hias dalam ruangan atau karya seni agar lebih cantik.

Itulah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi burnout secara mandiri. Namun jika rasa lelah, gak termotivasi, atau bahkan perasaan sulit bersosialisasi terus kita alami dalam jangka waktu yang panjang, jangan lupa untuk mencari bantuan profesional. Bisa saja hal itu terjadi karena kita sedang depresi atas kasus lainnya bukan semata-mata hanya karena lelah menulis. Apalagi sebagai seorang penulis kita sering kali bersinggungan dengan materi dan emosi yang berbeda-beda ya ? Bisa jadi jiwa kita yang ternyata sangat lelah sehingga ia meminta tubuh kita agar istirahat.

Mengelola Burnout

Mengelola Burnout

Burnout adalah tantangan serius yang bisa dialami dan mempengaruhi seorang penulis. Namun, dengan mengenali tanda-tanda awal dan mengambil langkah-langkah pemulihan yang tepat, kita bisa mengatasinya dan kembali produktif serta bersemangat. Maka langkah seperti : mengenali gejalanya, membuat perencanaan, mengatur waktu, mengembangkan kebiasaan self-care, mencari dukungan sosial, menetapkan batasan, merefleksikan tujuan, dan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman adalah strategi efektif untuk mengelola masalah burnout.

Mengelola burnout adalah proses yang memerlukan kesadaran dan usaha berkelanjutan. Dengan menerapkan strategi-strategi di atas, seorang penulis bisa terus menjaga produktivitas dan kesejahteraan mereka, sehingga tetap bisa berkarya dengan optimal. Ingatlah bahwa menjaga keseimbangan dan kesehatan mental adalah kunci untuk keberhasilan jangka panjang dalam menulis. Nah kalo kalian sebagai seorang penulis, langkah apa saja yang sering dilakukan untuk mengatasi masalah ini ? Share di kolom komentar yuk !

(credit image : prompt AI)

Post a Comment

2 Comments

  1. Replies
    1. Alhamdulillah ya kak. Semoga kita selalu mendapatkan banyak support.

      Delete

Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏