[ewafebri.com] | Panduan Lengkap Journaling : Membangun Emotional Agility
Kemarin kita sudah membahas tentang Self Compassion atau cara menyayangi diri sendiri yang diintegrasikan melalui journaling. Nah sekarang ada lagi nih gaes, namanya Emotional Agility atau "Ketangkasan Emosional". Seperti apa sih konsepnya ? siapa yang pertama kali memperkenalkannya ? Dan Bagaimana cara kita menerapkan dalam journal ? Yuk kita bahas !
Panduan Lengkap Journaling : Membangun Emotional Agility
Emotional agility adalah kemampuan untuk mengelola emosi dengan fleksibel dan efektif, serta mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan emosional yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mencakup kemampuan untuk mengenali, menerima, dan mengelola berbagai macam emosi, baik positif maupun negatif, tanpa terjebak dalam pola-pola pemikiran yang tidak sehat atau menghambat.
Ketangkasan Emosi ini bisa membantu seseorang untuk tetap tenang dan fokus saat menghadapi stres, konflik, atau ketidakpastian, serta memungkinkan untuk tetap berkomitmen pada nilai-nilai dan tujuan hidup yang penting. Namun, tema ini mungkin belum banyak dibahas secara mendalam di blog psikologi ya ? Tapi gak apa-apa kita coba bahas tipis-tipis aja.
Apa itu Emotional Agility?
Emotional agility adalah kemampuan untuk menghadapi dan mengelola emosi kita dengan cara yang fleksibel dan sehat. Konsep ini diperkenalkan oleh Dr. Susan David, seorang psikolog dan penulis buku "Emotional Agility: Get Unstuck, Embrace Change, and Thrive in Work and Life" yang diterbitkan di tahun 2016. Dr. David adalah profesor di Harvard Medical School dan merupakan salah satu pendiri Institute of Coaching di McLean Hospital.
Menurut Dr, David, Ketangkasan Emosi atau Emotional agility bukan tentang menekan atau menghindari emosi negatif, tetapi justru tentang mengakui, menerima, dan meresponsnya dengan cara yang konstruktif.
Proses ini melibatkan kemampuan untuk bergerak dengan lancar di antara emosi yang berbeda, sehingga kita dapat bertindak sesuai dengan nilai dan tujuan kita, bahkan di tengah kesulitan. Dengan meningkatkan emotional agility, seseorang dapat mengoptimalkan kesejahteraan emosionalnya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas hubungan interpersonal, serta mampu menghadapi berbagai situasi hidup dengan lebih efektif dan bermakna.
Mengapa Emotional Agility Penting?
Emotional agility sangat penting untuk dipelajari karena emosi kita sangat mempengaruhi pikiran, keputusan, dan tindakan kita. Dengan mengembangkan emotional agility, kita akan mampu untuk :
- Menghadapi stres dan tantangan dengan lebih baik.
- Membuat keputusan yang lebih baik dengan memahami dan mengelola emosi kita.
- Meningkatkan hubungan interpersonal dengan lebih empatik dan responsif terhadap orang lain.
- Meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan dengan tidak terjebak dalam pola pikir negatif.
Agar bisa menghadapi permasalahan, kita tidak hanya membutuhkan proses kognitif saja, tetapi juga bagaimana cara kita mengelola emosi juga menjadi hal penting agar setiap keputusan dan tindakan yang kita lakukan memiliki hasil yang baik.
Perbedaan Emotional Agility Dan Emotional Intelligence
Emotional Agility berbeda dengan Emotional Intelligence. Meski begitu keduanya dibutuhkan untuk mengelola emosi kita. Perbedaannya terletak pada fokusnya. Emotional Intelligence adalah kemampuan kita untuk mengenali dan mengelola emosi baik pada diri sendiri maupun orang lain. Termasuk juga di dalamnya kesadaran akan emosi, kemampuan untuk mengendalikan emosi, dan keterampilan dalam membangun hubungan interpersonal.
Sementara Emotional Agility adalah kemampuan untuk menghadapi emosi dan pengalaman batin kita sendiri secara sadar, penuh perhatian, dan juga produktif. Hal ini berkaitan dengan bagaimana seseorang mampu beradaptasi dengan situasi emosional yang berbeda-beda dan memberikan respons yang fleksibel dan tepat. Secara umum emotional intelligence adalah kemampuan kita mengelola emosi dalam diri dan terhadap orang lain (sosial), Sedangkan/ emotional agility ruang lingkupnya hanya terletak pada diri sendiri.
Secara penerapannya emostional agility biasanya digunakan untuk menghadapi perubahan dalam hidup kita. stress dan tantangan hidup lainnya. Sementara emotional intelligence justru banyak digunakan dalam konteks pekerjaan dan sosial. Apabila kita lihat dari sudut pandang "pendekatan", emotional agility menekankan pada penerimaan diri dan refleksi kita terhadap emosi. Sementara Emotional Intelligence justru ditekankan pada kesadaran, pengelolaan dan bagaimana cara menerapkannya dalam interaksi sosial.
Contoh penerapannya :
- Emotional Agility >> Saya sedang mengalami kegagalan dalam hal pekerjaan. Nah daripada saya terus-terusan mengeluh, justru saya menerima kegagalan ini dan kemudian mencari cara lain untuk bangkit kembali meski dengan bidang yang berbeda sama sekali. Dengan catatan perubahan ini tetap selaras dengan nilai-nilai dan tujuan hidup yang saya miliki.
- Emotional Intelligence >> Misalnya saja saya hidup dengan orang lain dalam waktu 24 jam setiap hari. Kemudian saya mampu mengetahui emosi yang sedang dialami oleh orang tersebut. Dengan memahami emosinya kita kemudian bisa mengambil suatu tindakan untuk menghadapi situasi tersebut. Apakah kita perlu memberikan empati ? atau justru kita perlu mengurangi kadar empati agar kita tidak merasa lelah secara emosional.
Menerapkan Emotional Agility dalam Journaling
Journaling adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk mengembangkan emotional agility. Karena pengelolaan emosi pada akhirnya akan membutuhkan sebuah media sebagai alat bantunya. Terkadang kita sering beranggapan bahwa membagikan emosi kita kepada orang lain akan membantu kita menghadapi masalah.
Padahal faktanya kadang kita bahkan tidak mendapatkan dukungan secara emosional. Jadi Bagaimana cara kita mengelola emosi tanpa perlu melibatkan orang lain dan bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari. Berikut adalah beberapa langkah untuk menerapkan emotional agility dalam praktik journaling.
1. Menerima dan Mengakui Emosi
Langkah pertama dalam mengembangkan emotional agility adalah menerima dan mengakui emosi kita tanpa menghakimi. Saat menulis jurnal, beri izin diri sendiri untuk merasakan dan mengekspresikan emosi apa pun yang muncul. Cara ini juga melatih kita hidup dengan cara mindfull.
Contoh : "Hari ini, saya merasa sangat frustrasi karena proyek di tempat kerja tidak berjalan sesuai rencana. Saya juga merasa cemas tentang presentasi minggu depan."
2. Menamai Emosi dengan Tepat
Memberi nama pada emosi kita dengan tepat bisa membantu kita memahami apa yang sebenarnya kita rasakan. Ketika kita menulis tentang perasaan kita, cobalah untuk menggunakan kata-kata yang spesifik untuk menggambarkan emosi kita.
Contoh : "Saya merasa kecewa karena upaya saya tidak dihargai. Saya merasa cemas karena takut gagal."
3. Menerima Emosi Tanpa Menghakimi
Belajar untuk menerima emosi tanpa menghakimi berarti kita mengizinkan diri kita untuk merasakan emosi tersebut tanpa menyalahkan diri sendiri atau mencoba mengubahnya.
Contoh : "Saya menerima bahwa merasa cemas dan kecewa adalah bagian dari pengalaman manusia. Ini adalah respons alami terhadap situasi yang menantang."
4. Refleksi dan Pembelajaran
Gunakan jurnal untuk merefleksikan situasi yang menimbulkan emosi tersebut dan pelajaran apa yang dapat diambil darinya. Pertanyaan reflektif dapat membantu dalam proses ini.
Contoh : "Apa yang menyebabkan saya merasa frustrasi hari ini? Apakah ada pola yang saya perhatikan dalam respons saya terhadap stres? Bagaimana saya bisa menghadapi situasi serupa dengan lebih baik di masa depan?"
5. Menghubungkan Emosi dengan Nilai dan Tujuan
Emotional agility melibatkan cara bertindak yang sesuai dengan nilai dan tujuan kita, bahkan ketika kita merasakan emosi yang sulit pada saat menulisnya. Dalam jurnal, tuliskan bagaimana emosi yang sedang dirasakan dapat membantu kita untuk memahami apa yang penting dan bagaimana kita dapat bertindak sesuai dengan nilai tersebut.
Contoh : "Meskipun saya merasa kecewa, ini menunjukkan bahwa saya benar-benar peduli tentang pekerjaan saya dan ingin memberikan yang terbaik. Saya bisa menggunakan rasa peduli ini untuk memotivasi diri sendiri agar terus berusaha."
6. Menetapkan Tindakan yang Konstruktif
Setelah memahami dan menerima emosi yang kita miliki, pikirkan tindakan konstruktif yang dapat diambil. Tindakan ini harus sejalan dengan nilai dan tujuan hidup kita.
Contoh : "Untuk mengatasi kecemasan tentang presentasi, saya akan mempersiapkan materi saya dengan baik dan berlatih presentasi. Saya juga akan mencari umpan balik dari rekan kerja untuk meningkatkan kualitas presentasi saya."
Tips Tambahan untuk Journaling Emotional Agility
Sama seperti Self Compassion, Emotional Agility juga bisa kita terapkan dalam journaling loh ! Beberapa tips berikut ini bisa kita praktikkan agar kita bisa melihat perubahan yang signifikan dalam hidup kita selama kita menggunakan journal untuk mencapai tujuan ketangkasan emosi :
- Konsisten >> Jadwalkan waktu secara rutin untuk menulis jurnal, misalnya setiap malam sebelum tidur atau setiap pagi.
- Jujur >> Jadilah jujur pada diri sendiri tentang apa yang Anda rasakan. Journaling adalah ruang pribadi Anda untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut dihakimi.
- Reflektif >> Gunakan pertanyaan reflektif untuk memperdalam pemahaman Anda tentang emosi dan pengalaman Anda.
- Fleksibel >> Tidak ada cara yang benar atau salah untuk menulis jurnal. Cobalah berbagai format dan lihat apa yang paling efektif untuk Anda.
Dengan menggabungkan konsep emotional agility dalam praktik journaling, Kita bisa mengembangkan kemampuan untuk menghadapi dan mengelola emosi dengan cara yang lebih sehat dan konstruktif. Ini akan membantu kita untuk menjalani hidup dengan lebih bermakna, selaras dengan nilai-nilai yang sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Contoh Praktis Journaling
Area ini biasanya saya gunakan untuk rapid logging |
Area ini saya gunakan untuk refleksi dan journaling. Saya menuliskan tentang perasaan dan apa pun yang saya rasakan selama satu minggu. Yang terpenting pada bagian fokusnya, di mana kita bisa mengenali emosi kita |
>> Draft Blog |
>> Tulis dan beri nama emosimu |
>> Edit Ebook |
>> Jelaskan bagaimana kamu mengatasinya dengan mengubah perasaan negatif menjadi positif. |
>> Kelas Online |
>> Tulislah dengan jujur. |
|
>> Biarkan mengalir apa adanya tapi jika bisa, jangan menyertakan nama orang yang membuat kalian merasakan emosi tersebut. Fokus pada apa yang kalian rasakan, bukan pada penyebab. |
Untuk contoh praktisnya saya menggunakan Bullet Journal dalam layout weekly di mana layoutnya hanya saya bagi menjadi dua. Konsep layoutnya mirip dengan spreadnya hobonichi cousin. Satu kertas saya gunakan selama seminggu dan saya bagi menjadi dua area.
Sebelah kiri dengan area yang lebih kecil saya gunakan untuk menulis rapid logging, sementara pada area kanan ukurannya lebih besar, saya gunakan untuk mencatat emosi atau refleksi yang saya rasakan selama satu minggu tersebut. Bisa ditulis setiap hari, atau bisa juga membuat refleksi mingguan.
Setidaknya dengan mencatat apa yang saya rasakan dan bagaimana saya mengatasinya bisa membuat saya lebih tenang dalam menghadapi hari-hari yang penuh dengan kejutan-kejutan.
0 Comments
Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏