BAGAIMANA CARA MENGHADAPI ERA AI YANG SEMAKIN MENJADI ?

menghadapi era ai


[ewafebri.com] | BAGAIMANA CARA MENGHADAPI ERA AI YANG SEMAKIN MENJADI ? 

Beberapa bulan yang lalu saya sudah pernah membuat ulasan tentang Kecerdasan Artifisial secara lengkap, bahkan tentang metodenya sekaligus. Pun jika kalian ingin lebih memahami tentang seluk beluk kecerdasan, saya pernah membuat ebook tentang The Art Of Human's Intelligence. Yang menjadi persoalan sekarang adalah banyak media dan platform yang menyediakan sistem AI dalam program mereka, sehingga seolah-olah kemampuan manusia berkompetisi dengan kecanggihan yang dimiliki oleh program AI. Lantas bagiamana cara kita untuk bisa menghadapi semua ini ? 

BAGAIMANA CARA MENGHADAPI ERA AI YANG SEMAKIN MENJADI ? 

Tak bisa dipungkiri, pesona AI semakin hari, semakin menjadi. Sebagai manusia yang diberikan oleh Tuhan akal dan budi pekerti seolah kita sedang berlomba dengan kecerdasan buatan manusia untuk bisa menguasai beberapa aspek kehidupan yang ada di tengah-tengah kita saat ini. 

Suatu hari saya mendengar cerita dari keluarga tentang sebuah perbankan yang mem-PHK hampir 5000 orang dalam sehari dan digantikan dengan mesin pembantu publik yang telah diinovasi menggunakan perangkat AI. Kisah itu membuat saya menjadi miris, betapa saat ini kita sedang dalam peralihan era di mana manusia mau tidak mau harus terus meningkatkan skill-nya agar tidak tergerus oleh kecanggihan AI. 

Meski begitu kita juga harus menerima fakta bahwa mau tidak mau pula, perangkat AI telah mulai merambah dan mulai menguasai lahan-lahan yang dahulu kita pegang. Seperti misalnya lahan menulis, ilustrasi bahkan video maker. Hanya dengan beberapa data yang digunakan sebagai contoh oleh AI, mereka mampu membuat karya baru yang lebih orisinal yang bahkan bebas plagiarisme. 

APLIKASI AI 


SERP dan mesin pencarian oleh Google, tentu saja telah menggunakan kecerdasan buatan untuk meningkatkan performa mereka sehingga mempermudah pengguna untuk bisa merekomendasikan apa saja yang mereka cari. Dengan begitu pekerjaan dan riset yang mereka lakukan bisa lebih cepat dibandingkan masa sebelumnya. 

Saat ini pun banyak bidang penulisan yang menggunakan aplikasi AI sebagai salah satu tool yang dimanfaatkan untuk bekerja, seperti misalnya ChatGPT, Jasper. Copy.ai, Writesonic dan frase.io. Masih banyak lagi aplikasi lain yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk bisa membuat tulisan yang diinginkan. 

Sebagai seorang content writer, tentu aplikasi ini pada dasarnya sangat membantu pekerjaan agar lebih mudah dan efisien dalam menyelesaikan tugas dengan cepat, meski begitu akan timbul permasalahan baru yang harus kita hadapi di kemudian hari. 

KELEMAHAN AI 


Di antara hiruk-pikuk dunia per-AI-an yang semakin hari semakin ramai, saya melihat ada kelemahan yang ada dalam perangkat AI. Jika kita perhatikan dengan jeli, AI didesain untuk menjawab pertanyaan yang kita ajukan, tetapi mereka tidak di desain untuk membuat pertanyaan. Kerena itulah AI membutuhkan prompt atau data-data pertanyaan sehingga mereka bisa mengolah data yang mereka miliki untuk menyusun jawaban yang kita inginkan. 

Jika kita runut lebih dalam lagi, indikasi kecerdasan pada manusia adalah ketika mereka mampu merumuskan pertanyaan-pertanyaan dalam hidupnya, dan kemampuan ini tidak kita temukan dalam kecerdasan buatan. Itu artinya selama manusia masih memiliki kemampuan untuk bertanya dan berkeinginan untuk mencari jawaban, ia masih belum tergantikan oleh AI. Sebuah pertanyaan hanya akan muncul apabila kita merasa resah, keresahan akan timbul apabila manusia menganalisa lingkungan sekitarnya dan menemukan hal-hal yang tidak solusinya.

AI mungkin bisa menyediakan gagasan-gagasan yang baru untuk kita, namun untuk bisa melihat dan merumuskan suatu permasalahan, akal pikiran yang merupakan karunia dari Tuhan tetap menjadi pawangnya. Proses kognitif inilah yang sangat mahal dan berharga, setidaknya hal ini yang membuat kita berbeda dari cara AI bekerja. Proses kognitif ini pula yang akan membentuk jati diri kita sebagai manusia sesungguhnya, bukan sekadar robot belaka. Tetapi kita menjadi manusia yang autentik dengan karya dan gagasan pemikirian yang uptodate sesuai zaman. 

RUMUSAN MASALAH 


Masalahnya adalah : bagaimana kita mampu untuk bisa merumuskan sesuatu atau menemukan permasalahan, serta membuat pertanyaan-pertanyaan baru yang menjadi trigger bagi AI, jika diri kita sendiri tidak pernah terupgrade oleh data-data informasi baru

Hal inilah yang menjadi tantangan baru bagi manusia dalam menghadapi era AI saat ini. Kemampuan berpikir kita yang minim akan menyulitkan kita untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Apalagi jika sebagian besar aspek yang ada dalam hidup kita telah kita gantungkan dan kita delegasikan pada teknologi. 

Tanpa kita sadari, kebiasaan kita menggantungkan diri pada teknologi akan mengurangi kemampuan kita yang lahir secara alami. Karena kita mulai malas dan lebih suka mendelegasikan pada hal di luar diri kita. Misalnya saja sebagai seorang content writer, pekerjaan utama saya adalah menyusun dari satu kata ke kata lainnya sehingga menghasilkan tulisan yang mampu menyampaikan topik bahasan dengan jelas. 

Pada saat kita menyusun kata per kata tersebut, pada dasarnya kita sedang melakukan recall pada informasi dan data yang ada di kepala kita seperti yang dilakukan oleh AI. Kita mengelola data yang telah kita serap sebelumnya untuk menjadi data baru bagi yang membacanya. Jika proses ini kita alihkan pada aplikasi AI secara mentah-mentah tanpa perlu ada analisa kembali, tentu hal ini akan merugikan diri kita sendiri. Kita tidak lagi terlatih untuk mempertajam persepsi dan perspektif karena kita telah mengalihkan kemampuan tersebut pada aplikasi AI. 

Secara tidak langsung, kemampuan kita dalam menalar, menganalisa, mengembangkan, menilai, menyusun dan membuat suatu karya dengan proses-proses kognitif yang ada di dalamnya, menjadi berkurang. Secara finansial, aplikasi AI tentu bisa memperingan tugas kita dan secara cepat kilat kita bisa mendapatkan keuntungan. Namun secara skill berpikir, tentu kita akan tertinggal dibandingkan dengan aplikasi AI tersebut. 

MENGHADAPI ERA AI 

Cara Menghadapi Era AI


Era AI ini sebenarnya menciptakan dilema baru bagi saya pribadi, terlebih bagi seorang Content Writer. Di sisi lain saya tidak ingin membuat otak saya menjadi malas dalam berpikir dan menggantungkan diri dari bantuan AI. Namun di sisi lain, sesungguhnya saya juga sedih jika harus ketinggalan zaman dengan yang lain. 

Melalui dilema ini saya jadi mulai berpikir jernih dan mengambil beberapa keputusan penting dan perlu saya pertahankan dalam jangka panjang. Ada beberapa poin yang akan saya gunakan untuk mengambil keputusan sehingga tindakan saya di masa depan lebih terarah dan bertanggung jawab. Ada pun pertimbangan-pertimbangan yang saya lakukan, di antaranya : 

  • Hal pertama yang saya lakukan adalah tentu dengan menerima keberadaan AI di dunia ini (Ya iyalah Vva.. hihihi..) Dengan acceptance, saya tidak akan menyakiti diri sendiri dan lebih aware tentang keberadaannya sehingga saya bisa mempelajari sisi-sisi yang bisa memacu pertumbuhan diri saya, 
  • Meski menerima kemunculannya, tak lantas saya ikut-ikutan arus mulai memanfaatkannya dengan cara membabi buta. Saya tetap memilih, hal apa saja yang bisa saya manfaatkan untuk mendukung self development saya atau mengabaikan hal yang membuat kemampuan saya sebagai manusia justru menurun. Menulis dengan cara berpikir sendiri, lebih membantu kita dalam melatih keterampilan berpikir di bandingkan saya delegasikan ke pihak ketiga.
  • Untuk hal-hal yang masih bisa kita lakukan sendiri, saya memilih untuk melakukannya tanpa bantuan AI. Seperti contohnya menulis, saya lebih suka membuat dan menyusunnya tanpa bantuan AI. Selain mampu meningkatkan skill menulis juga sebagai trigger (dorongan) untuk mencari pengetahuan lebih banyak lagi. Apalagi dalam membuat tulisan akan selalu melibatkan proses berpikir. 
  • Sejauh ini, untuk urusan menyusun artikel, saya lebih nyaman menggunakan cara berpikir saya sendiri, termasuk dalam memilih kosakata, gagasan yang disampaikan dan struktur kalimat yang digunakan. Bukan karena kepedean merasa udah pasti keren tulisannya, tapi ini menjadi salah satu olah raga otak yang tetap saya pertahankan agar neuron-neuron di dalam otak tetap aktif dan produktif.
  • Saya ingat ilmu penting yang berhubungan dengan psikologi dan spiritual, bahwasanya kita dianjurkan tidak menggantungkan diri pada apa pun selain pada Allah SWT. Termasuk menggantungkan diri pada kemampuan ChatGPT dan genknya. hihihi.. 
  • Saya ingat surat Al Qalam tentang pena, dan QS Al Alaq ayat 4, di mana Tuhan berfirman bahwa Dia-lah yang mengajarkan manusia dengan pena. Pena di sini bagi saya memiliki arti yang sangat luas tidak hanya sebatas pena biasa, namun sebagai alat menulis. Saya menyadari ketika kita melakukan aktivitas menulis, entah itu menggunakan laptop atau menulis secara manual di atas kertas, otak kita secara dinamis akan berpikir dan terstruktur mengajarkan sesuatu pada kita melalui tulisan yang kita hasilkan. Makanya gak heran kan, ketika kita membacanya lagi terkadang kita jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, "kok bisa ya saya nulis seperti itu ?", Padahal tanpa kita sadari, sesungguhnya itu menjadi salah satu cara Tuhan mengajarkan kita tentang ilmu pengetahuan selain melalui pengalaman hidup kita. 
  • Menulis membuat kita mampu berpikir lebih jernih dibandingkan banyak bicara. Terkadang ketika kita berbicara, ada bagian-bagian yang gak nyambung dan sulit untuk diperbaiki ketika sudah terlontar keluar. Sementara ketika kita menulis, kita bisa mereviewnya berulang kali sehingga  mendapatkan kesimpulan yang lebih tepat dan bijaksana. Secara tidak langsung menulis akan melatih otak kita untuk berpikir secara terstruktur dan merangsang neuron yang lain untuk aktif dan produktif. 
  • Seperti nasihat Tuhan dalam firmanNya di QS Al Alaq ayat 1 - 8, saya akan berusaha untuk selalu membaca dan menulis agar pelajaran yang Tuhan sampaikan dalam dua aktivitas tersebut tetap hidup dalam kegiatan saya sehari-hari. 
  • Jika aplikasi AI menjadi lebih cerdas karena data-data yang ia ambil dari bank data di internet, saya pun terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Masalah di dunia nyata hanya akan terselesaikan dengan epic dan asik jika kita memiliki pengetahuan dan data yang banyak. Alih-alih saya mendelegasikan pada aplikasi AI, saya justru akan mengupgrade diri dengan cara yang dilakukan AI. Berlatih mengelola data dengan memanfaatkan cara berpikir yang ada, ada banyak cara berpikir loh, kalian bisa mendownload ebook The Art Of Thinking untuk lengkapnya. Setidaknya ketika suatu hari nanti AI melemah (ya kali...) saya masih bisa menggantungkan pada kemampuan diri karena tetap terlatih sejak dini, InshaAllah. 
  • Menulis juga menjadi salah satu terapi atau pengobatan holistik bagi jiwa-jiwa yang sedang mencari jati diri. Semakin kita sering menulis, semakin kita bisa mengenali pikiran kita sendiri, dan semakin kita bisa memahami diri sendiri. Faedah ini tidak akan bisa kita dapatkan jika kita selalu mengalihkan tugas ini ke aplikasi AI. 

Saya yakin, ketika kita tetap memperbaiki kualitas diri, entah itu sekarang atau nanti, kemampuan yang kita miliki tersebut akan bermanfaat untuk kehidupan kita nanti. Ingat permasalahan di dunia nyata akan sulit diselesaikan oleh AI karena yang dibutuhkan adalah skill kita dalam mencari solusi tersebut. Jika kita tidak melatihnya terus menerus, keahlian kita dalam berpikir tentu akan semakin menurun. Yang terjadi kita akan sering uring-uringan ketika sedang menghadapi persoalan. Bukannya berpikir mencari solusi, yang ada justru kita akan lebih sering mencari kambing hitam dan meluapkan emosi yang kita miliki. 

Saya jadi ingat salah satu seloroh yang disampaikan oleh seorang filosof "berpikir itu sulit, makanya banyak orang memilih menghakimi". Jika kita tidak melatih secara terus menerus keterampilan dalam berpikir, mungkin lambat laun neuron kita akan mati, dan cara berpikir kita akan menjadi tumpul. Setidaknya dengan tetap terus berupaya melestarikan cara berpikir, kita tidak ikut-ikutan menjadi robot seperti AI, tetapi kita tetap menjadi manusia yang berjiwa insani. 

Post a Comment

1 Comments

  1. Ada beberapa pekerjaan yang terancam tergantikan oleh AI, tapi selama kita mau menambah ilmu baru pasti tetap bisa bertahan melawan persaingan kerja

    ReplyDelete

Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏