بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Sudah lama saya tidak menulis tentang journaling, ya? Kali ini saya ingin berbagi tentang jenis jurnal yang berbeda dari biasanya. Mengingat niche blog ini adalah "misi journaling" dalam mengenal diri, rasanya penting untuk memperkenalkan pendekatan journaling yang masih jarang dibahas, tapi sangat relevan dengan kebutuhan banyak orang saat ini.
Apalagi di tengah maraknya pembicaraan tentang mental health dan self-healing, jenis journaling ini bisa menjadi salah satu cara yang efektif untuk merawat diri secara lebih sadar dan penuh kasih.
TRAUMA JOURNALING
Jenis jurnal yang saya maksud adalah Trauma (Informed) Journaling. Ini adalah bentuk journaling yang bisa membantu kita mengenali, memahami, dan memproses pengalaman-pengalaman emosional dengan cara yang lembut dan tidak menghakimi.
Pendekatan ini sangat cocok bagi kamu yang sedang fokus memperbaiki kesehatan mental, terutama yang sedang belajar mengelola dampak dari pengalaman traumatis atau luka batin. Trauma-Informed Journaling bisa menjadi wujud self-love yang nyata—bukan sekadar slogan, tapi praktik yang memberi ruang bagi jiwa dan raga untuk pulih dengan penuh hormat.
Apa Itu Trauma Journaling?
Trauma Journaling adalah pendekatan menulis reflektif yang dirancang dengan kesadaran bahwa sebagian orang membawa luka emosional atau trauma dalam hidupnya. Berbeda dari journaling biasa yang sering kali mengajak kita menggali secara bebas, trauma-informed journaling berfokus pada rasa aman, kepercayaan, pilihan pribadi, dan empati terhadap diri sendiri. Konsep ini berakar dari prinsip-prinsip trauma-informed care dalam dunia psikologi dan terapi.
Dalam pendekatan ini, proses menulis bukan hanya untuk menuangkan isi hati, tetapi juga untuk membangun hubungan yang lebih sehat dengan diri sendiri. Tujuannya bukan menggali luka terdalam secara paksa, melainkan menciptakan ruang reflektif yang aman untuk bertumbuh. Ini sangat relevan bagi mereka yang mudah mengalami emotional overwhelm atau memiliki pengalaman masa lalu yang sensitif.
Menurut SAMHSA (Substance Abuse and Mental Health Services Administration), prinsip trauma-informed care mencakup lima elemen: safety, trustworthiness, choice, collaboration, dan empowerment.
Kelima prinsip ini dapat diterjemahkan dalam aktivitas journaling, seperti dengan membuat batasan yang jelas saat menulis, memberikan pilihan prompt yang lembut, dan menghindari eksplorasi terlalu dalam tanpa kesiapan.
Mengapa Penting untuk Generasi Burnout?
Dalam dunia modern yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak orang mengalami burnout tanpa menyadarinya. Keletihan emosional, perasaan kosong, atau cemas berlebihan bisa jadi sinyal bahwa tubuh dan pikiran kita sedang kewalahan. Dalam kondisi ini, journaling bisa menjadi alat yang bermanfaat, tetapi hanya jika dilakukan dengan pendekatan yang penuh kasih dan sadar trauma.
Masalahnya, journaling yang terlalu konfrontatif atau menggali luka lama tanpa bimbingan bisa memperparah kondisi. Itulah mengapa trauma-informed journaling sangat penting. Ia menawarkan pendekatan menulis yang tidak memaksa, tidak menghakimi, dan memberi ruang untuk pulih secara perlahan. Ini sangat membantu bagi mereka yang merasa tertekan oleh tuntutan produktivitas, atau merasa bersalah karena tidak "healing dengan cepat".
Pendekatan ini mengajak kita untuk mendengarkan sinyal tubuh dan emosi secara lebih lembut. Ketimbang bertanya "Apa trauma terbesarku?", kita bisa mulai dengan "Apa hal kecil yang membuatku merasa nyaman hari ini?" atau "Bagian tubuh mana yang terasa tegang sekarang, dan apa yang bisa kulakukan untuk merilekskannya?" Pertanyaan-pertanyaan seperti ini memungkinkan pemulihan yang bersifat bottom-up, sesuai pendekatan dalam terapi somatik.
Manifestasi Self Love
Trauma Journaling bisa dipandang sebagai bentuk self-love yang paling tulus dan sadar. Tidak seperti pendekatan journaling yang mendorong eksplorasi diri secara agresif, pendekatan ini mengajak kita untuk hadir bagi diri sendiri dengan penuh kelembutan.
Ia tidak memaksa kita untuk menyelesaikan luka, melainkan memberi ruang untuk mengakui bahwa kita sedang belajar bertumbuh dalam ritme yang sesuai dengan kapasitas emosional kita. Dengan kata lain, menulis dalam pendekatan trauma-informed adalah cara kita berkata pada diri sendiri: “Aku mendengarmu, dan aku menghormatimu.” Ini adalah inti dari kasih sayang terhadap diri.
Dari sudut pandang psikologi, self-love bukan hanya tentang menyukai diri sendiri, tetapi juga mencakup kemampuan untuk memberikan empati, rasa aman, dan dukungan kepada diri di masa sulit.
Trauma-informed journaling menerjemahkan hal ini dalam praktik konkret—dengan menciptakan ruang refleksi yang tidak menghakimi, menyediakan prompt yang ramah, serta menghormati batasan emosi dan tubuh.
Melalui proses ini, kita secara perlahan membangun kembali kepercayaan terhadap diri sendiri, yang sering kali terkikis akibat trauma atau pengalaman sulit. Menulis bukan lagi soal menyusun kata, tetapi menjadi bentuk perawatan jiwa yang nyata.
Cara Memulai Journaling yang Sadar Trauma
Untuk memulai praktik trauma journaling, kita perlu menciptakan lingkungan menulis yang aman—baik secara fisik maupun emosional. Pilih waktu di mana kamu tidak terganggu, gunakan alat tulis yang nyaman, dan tetapkan niat bahwa kegiatan ini bukan tentang produktivitas, melainkan tentang koneksi dengan diri sendiri.
Mulailah dengan durasi pendek, misalnya lima hingga sepuluh menit saja. Tidak perlu langsung menulis banyak atau dalam. Fokuslah pada sensasi tubuh, napas, atau emosi yang muncul saat kamu mulai menulis. Jika terasa berat, kamu bisa berhenti kapan saja. Di sinilah pentingnya memberikan "permission to pause"—sebuah bentuk penghormatan terhadap batas diri.
Kamu juga bisa menambahkan ritual penutup seperti menulis afirmasi positif, membuat doodle sederhana, atau menyalakan lilin aromaterapi setelah selesai menulis.
Hal ini membantu sistem saraf kembali ke kondisi netral setelah mengekspresikan emosi. Konsep ini juga digunakan dalam trauma release exercises (TRE), yang berupaya menjaga keseimbangan antara ekspresi dan regulasi.
Tools dan Template yang Mendukung
Trauma-Informed Journaling akan lebih mudah dilakukan bila kamu menggunakan tools yang mendukung. Misalnya, kamu bisa membuat template jurnal sendiri yang sudah memuat prompt lembut, bagian refleksi tubuh, serta ruang untuk menuliskan afirmasi atau gratitude. Desain yang bersih dan tidak penuh tekanan juga sangat membantu menciptakan rasa nyaman saat menulis.
Banyak praktisi mental health juga merekomendasikan penggunaan skala emosi sederhana, seperti mood tracker harian yang hanya menilai perasaan dengan warna atau ikon. Ini sangat membantu bagi yang kesulitan menuliskan kata-kata, tapi tetap ingin memproses emosinya.
Integrasi journaling dengan art journal juga efektif untuk mereka yang lebih nyaman mengekspresikan diri secara visual.
Jika kamu ingin membuat template sendiri, pastikan elemen-elemennya mencerminkan prinsip trauma-informed: pilihan bebas, tidak ada tekanan, fleksibilitas, dan kesempatan untuk berhenti kapan saja. Prinsip-prinsip ini membantu menjaga journaling sebagai ruang pemulihan, bukan pelarian atau kewajiban baru.
Contoh Prompts Aman dan Lembut
"Untuk versi lengkap 30 hari + contoh layout refleksi, unduh eBook gratis di sini.”
Salah satu ciri utama dari trauma-informed journaling adalah penggunaan prompt (pemicu tulisan) yang bersifat lembut dan tidak memicu trauma. Prompt ini dirancang untuk mengajak refleksi dengan aman, menjaga kestabilan emosi, dan meningkatkan rasa self-compassion. Tujuannya bukan untuk menantang, melainkan untuk menguatkan.
Contoh prompt yang bisa digunakan antara lain:
- "Apa hal yang membuatku merasa cukup hari ini?"
- "Siapa yang membuatku merasa aman akhir-akhir ini?"
- "Apa saja sinyal tubuhku ketika aku mulai merasa cemas, dan apa respons lembut yang bisa kuberikan?"
Pertanyaan semacam ini tidak terlalu menggali luka lama, tetapi tetap membantu kita membangun kesadaran diri dan hubungan yang sehat dengan emosi kita.
Minggu 1: Memulai dengan Kesadaran Diri
- Apa hal sederhana yang membuatku merasa aman hari ini?
- Apa sinyal tubuhku yang muncul saat aku merasa nyaman?
- Jika perasaanku hari ini bisa berbentuk warna, warna apa itu dan kenapa?
- Hal apa yang paling membuatku tenang akhir-akhir ini?
- Apa yang ingin aku ucapkan kepada tubuhku hari ini?
- Dalam situasi sulit, siapa atau apa yang biasa membuatku merasa tertopang?
- Apa yang sedang kubutuhkan saat ini, dan apakah aku bisa memberikannya?
- Kalimat afirmasi apa yang bisa aku berikan pada diriku hari ini?
- Apa ingatan kecil yang memberiku ketenangan?
- Hal apa yang paling kusyukuri hari ini?
Ini semua didasarkan pada pendekatan polyvagal theory dalam neuroscience, yang menyatakan bahwa sistem saraf kita merespons rasa aman dengan lebih baik daripada tekanan. Dengan kata lain, rasa aman adalah landasan dari segala bentuk penyembuhan.
0 Komentar
Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏