بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
LITERASI BUKU SEBAGAI TERAPI MENTAL: MANFAAT BIBLIOTERAPI DI ERA DIGITAL
Pernah nggak kamu duduk di sofa sambil pegang HP, scrolling Instagram atau TikTok selama berjam-jam, lalu bangun dengan kepala pusing, perasaan cemas, atau kesulitan tidur? Media sosial punya daya tarik yang sangat kuat: kontennya banyak, cepat, terus diperbarui, dan — tanpa kita sadari — bikin otak kita selalu “on”. Tapi, ada sisi lain yang sering kita abaikan: otak dan jiwa kita butuh jeda, butuh sesuatu yang bisa menenangkan, bukan hanya stimulasi terus-menerus.Nah, itulah kenapa biblioterapi mulai jadi obrolan hangat di dunia literasi & psikologi kontemporer. Biblioterapi, secara sederhana, adalah penggunaan membaca buku secara selektif sebagai alat bantu untuk meningkatkan kesehatan mental — bukan cuma buat hiburan, tapi untuk terapi: meredakan stres, kecemasan, bahkan depresi ringan. Banyak orang merasakan efek ketenangan setelah membaca buku, bukan cuma karena cerita bagus, tapi karena otak dan emosi punya ruang untuk bernapas.
Di artikel ini, kita bakal bahas lebih dalam tentang apa itu biblioterapi, kenapa membaca jauh berbeda dari sekadar scrolling medsos, jenis-jenis bacaan yang cocok, plus tantangan yang mungkin kamu hadapi jika mau mempraktikkannya. Siapkan secangkir teh atau kopi, ajak dirimu tenang, yuk kita mulai.
Di artikel ini, kita bakal bahas lebih dalam tentang apa itu biblioterapi, kenapa membaca jauh berbeda dari sekadar scrolling medsos, jenis-jenis bacaan yang cocok, plus tantangan yang mungkin kamu hadapi jika mau mempraktikkannya. Siapkan secangkir teh atau kopi, ajak dirimu tenang, yuk kita mulai.
Apa Itu Biblioterapi?
Biblioterapi adalah istilah yang mungkin terdengar agak formal, tapi dasarnya sederhana: membaca bacaan tertentu (novel, cerita pendek, nonfiksi, terkadang puisi), lalu beberes refleksi sendiri atau dengan fasilitator, dengan tujuan menyembuhkan atau memperbaiki kondisi psikologis. Bacaan dipilih secara khusus agar relevan dengan perasaan, masalah, atau kebutuhan mental seseorang.Beberapa penelitian kontemporer sudah mengeksplorasi seberapa efektif biblioterapi dibanding metode lain. Misalnya, studi “Comparative efficacy and acceptability of bibliotherapy for depression or anxiety” (Yuan et al., 2018) menemukan bahwa biblioterapi secara signifikan lebih efektif dibanding kondisi kontrol dalam mengurangi gejala depresi atau kecemasan.
Selain itu, laporan dari Biotherapy: A Survey of Literature (Partington et al., 2023) menunjukkan bahwa biblioterapi dipakai dalam berbagai model: individual, kelompok, dipadukan dengan CBT (Cognitive Behavioral Therapy), dan bahkan program komunitas literasi. Laporan ini juga menyebut bagaimana definisi biblioterapi bisa sangat fleksibel tergantung konteks.
Yang menarik, efek positifnya bukan cuma sementara. Artikel di Psychology Today menyebut bahwa membaca fiksi secara rutin bisa meningkatkan kapasitas empati seseorang dan membantu mengurangi gejala depresi dalam jangka panjang, bahkan setelah selesai membacanya.
Deep Reading vs Shallow Reading
Ketika kita scrolling medsos, kita sering terpapar konten yang pendek, cepat, berganti-ganti: video berdurasi 15 detik, caption pendek, meme, atau status singkat. Ini membuat mode membaca kita jadi "shallow" — kita membaca permukaan, reaktif, cepat bosan, cepat melompat ke hal lain.Sebaliknya, deep reading — membaca buku fisik atau teks yang panjang dengan pikiran terbuka — menuntut fokus, konsentrasi, dan refleksi. Kita harus mengikuti alur cerita, memikirkan karakter, mengaitkan ide dengan pengalaman kita sendiri. Deep reading melatih otak untuk memperlambat, memproses lebih dalam, dan berpikir kritis.
Dari sisi ilmiah, studi “A study of the effects of four reading styles on college students’ mental health and quality of life” (Liu, 2024) menyelidiki efek berbagai gaya membaca, dan menemukan bahwa gaya membaca yang lebih reflektif & mendalam terkait dengan peningkatan kualitas hidup dan pengurangan gejala stres.
Juga, penelitian dari MHFA England mengatakan bahwa membaca hanya enam menit sehari dapat menurunkan tingkat stres secara signifikan: memperlambat detak jantung, meredakan ketegangan otot, dan menurunkan tekanan darah. MHFA Portal Dengan begitu, membaca buku secara mendalam menawarkan “ruang napas” bagi otak & jiwa kita yang terus didorong oleh informasi nonstop.
Jenis Bacaan & Praktik Terapi yang Bisa Kamu Coba
Buku yang kita pilih sangat menentukan bagaimana hasilnya terhadap kondisi mental kita. Berikut beberapa jenis bacaan yang sering digunakan dalam terapinya + praktik pendukungnya.- Fiksi naratif: novel, cerpen, cerita yang punya karakter dan konflik. Fiksi membantu kita merasakan pengalaman orang lain, meningkatkan empati, dan memberi ruang emosional untuk “bermain” dengan ide & perasaan. Contohnya, orang yang merasa sendiri bisa merasa terhubung lewat karakter yang mengalami hal serupa.
- Nonfiksi/reflektif & self-help: buku psikologi populer, meditasi, mindfulness, pengembangan diri. Bila kamu mencari alat nyata untuk menghadapi kecemasan atau tekanan kerja, membaca buku-buku ini bisa memberikan strategi konkret.
- Bacaan ringan & "pelarian positif": meskipun bukan semua bacaan harus berat. Novel ringan, komik, fantasi juga bisa menjadi “obat” jika digunakan untuk istirahat mental, bukan memacu kecemasan karena harus viral atau terlihat keren.
- Journaling + refleksi: sangat direkomendasikan. Setelah membaca, tulislah sedikit catatan: apa bagian yang menyentuh, kenapa merasa begitu, dan bagaimana bacaan itu mengait dengan hidupmu. Ini membantu memperjelas perasaan, mengeluarkan emosi, dan membuat bacaan bukan hanya konsumsi pasif.
Contoh: jika kamu membaca novel tentang seseorang yang menghadapi kehilangan, setelah selesai satu bab, kamu bisa mencatat: “Bagian ini bikin aku refleksi tentang kehilangan X dalam hidupku; apa yang aku pelajari dari karakter itu; bagaimana aku bisa menghadapi hal serupa.” Refleksi ini bisa menjadi bagian dari penyembuhan.
Tantangan Biblioterapi di Era Digital
Menerapkan biblioterapi hari ini memang ada tantangannya. Berikut beberapa hal yang mungkin kamu hadapi beserta cara mengatasinya:- Gangguan dari gadget: Notifikasi, shortcut ke media sosial, godaan konten cepat bikin kita gampang keluar dari bacaan.
Solusinya: buat jadwal khusus membaca, misalnya 15-30 menit sebelum tidur tanpa HP, gunakan versi buku fisik jika memungkinkan.
- Overload pilihan & kebingungan: Banyak buku; kadang bingung memilih bacaan yang cocok. Malah bisa jadi frustrasi.
Solusi: mulai dari bacaan yang ringan dulu, atau rekomendasi “terapi buku” dari psikolog, blog literasi, atau komunitas membaca.
- Motivasi & konsistensi: Banyak orang mulai bagus, tapi lama-lama mundur karena sibuk atau merasa nggak ada waktu.
Tips: buat target kecil (misalnya satu bab per hari atau 10 halam), atau membaca kelompok sehingga ada dorongan & diskusi.
- Keterbatasan penelitian dalam konteks lokal & budaya spesifik: Sebagian besar studi dilakukan di negara Barat; belum banyak penelitian dari Indonesia atau Asia Tenggara yang menguji efek biblioterapi di kultur lokal, bahasa Indonesia, tradisi baca lokal. Jadi, hasilnya perlu diadaptasi, diuji di konteks kita sendiri.
Refleksi Diri
Setelah baca semua di atas, saya mengajak kamu menaruh satu pertanyaan kecil tapi penting: Buku apa terakhir yang benar-benar membuatmu berhenti sejenak, memikirkan sesuatu lebih dalam, atau mengubah sedikit cara pandangmu?Kadang kita terlalu terbiasa dengan “scroll cepat”, efek instan, dan refill informasi nonstop. Melakukan satu tindakan kecil seperti memilih satu buku yang menarik, membuka halaman pertama, membiarkan diri larut dalam narasi — itu bisa jadi titik awal perubahan. Membaca bukan sekadar eskapisme; itu bisa menjadi ritual penyembuhan.
Coba mulai hari ini: tetapkan waktu khusus untuk membaca — misalnya 10-15 menit di pagi hari atau sebelum tidur. Pilih satu buku yang kamu rasa cocok, mungkin bacaan ringan dulu, atau tema yang kamu butuh refleksi.
Setelah beberapa hari, catat: bagaimana perasaanmu? Apakah stres terasa sedikit lebih ringan? Apakah tidurmu lebih nyenyak? Apakah kamu merasa lebih fokus?
Jika kita bisa membuat kebiasaan kecil ini menjadi bagian dari rutinitas harian, biblioterapi bisa jadi sahabat bagi mental kita. Buku bisa jadi tempat pulang, saat dunia luar terlalu ramai. Yuk, mulai sekarang, beri diri kita jeda — mulai dari satu bab kecil buku yang kamu cinta.
Jika kita bisa membuat kebiasaan kecil ini menjadi bagian dari rutinitas harian, biblioterapi bisa jadi sahabat bagi mental kita. Buku bisa jadi tempat pulang, saat dunia luar terlalu ramai. Yuk, mulai sekarang, beri diri kita jeda — mulai dari satu bab kecil buku yang kamu cinta.
0 Komentar
Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏