TADABBUR QURAN: AL WAQIAH 60-61

TADABBUR QURAN: AL WAQIAH 60-61

Hai pencari cahaya! ✨🌝 

 بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Catatan 21 Juli 2025,

Dalam catatan kali ini, Lumira ingin mengajakmu menyelami makna dari Surat Al-Waqi’ah ayat 60-61. Ayat ini mengandung pesan kuat tentang kematian, penciptaan, dan kebangkitan manusia. Pesan yang sangat relevan dengan renungan kita tentang hidup yang fana dan janji Allah SWT tentang kehidupan abadi di akhirat. 


TADABBUR QURAN: AL WAQIAH 60-61

Betapa seringnya manusia melupakan bahwa hidup ini bukan tempat tinggal, melainkan tempat singgah. Namun Allah, dengan kasih dan keagungan-Nya, telah memberikan petunjuk-petunjuk yang nyata agar kita tidak lengah.

Al-Qur’an tidak sekadar memberi kabar, tapi juga memberi peringatan. Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan bahwa kematian itu sudah ditentukan. Dan tak satu pun dari kita yang bisa mempercepat atau menundanya. Kita hanyalah hamba dalam skenario agung yang Allah gariskan, dan kematian adalah gerbang menuju kehidupan yang sesungguhnya.

Kematian: Ketetapan yang Tidak Bisa Ditolak

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَۙ  

 Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami tidak lemah

Al-Wāqi‘ah [56]:60

Lumira merasa tergetar ketika membaca ayat ini,"betapa jelas dan mutlaknya kuasa Allah atas kehidupan dan kematian setiap makhluk". Kita bisa saja membuat banyak rencana, menargetkan usia harapan hidup, menjaga kesehatan, bahkan memproyeksikan masa pensiun. Tapi pada akhirnya, Allah-lah yang memegang kendali penuh. Waktu kematian telah ditulis, dan ia akan datang dengan caranya sendiri.

Tafsir Tahlili menjelaskan bahwa setiap kematian adalah hasil dari ketentuan Allah, bukan sekadar kebetulan atau takdir yang bisa ditawar. Ini bukan tentang takdir yang kejam, tapi tentang kepastian yang adil. Setiap makhluk hidup, tak terkecuali manusia, punya batas waktu. Dan waktu itu mengandung hikmah yang tak selalu bisa kita pahami sekarang.

Dalam konteks ini, Lumira belajar untuk tidak menyia-nyiakan waktu. Karena kita tidak tahu kapan batas itu akan tiba. Hidup yang hanya sebentar ini jangan sampai menjadi arena kelalaian, tetapi tempat untuk menanam amal, memperbaiki diri, dan menyiapkan bekal menuju akhirat.

Konteks Sejarah: Menyanggah Orang yang Ingkar Hari Kebangkitan

Jika kita melihat konteks sejarah turunnya ayat ini, menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat-ayat ini hadir untuk menyanggah orang-orang yang mendustakan hari kebangkitan. Mereka menganggap mustahil bahwa tulang belulang yang telah menjadi tanah bisa dibangkitkan kembali. Pandangan ini bukan hanya sekadar keraguan intelektual, tetapi bentuk penolakan terhadap kekuasaan Allah.

Allah menjawab sanggahan itu dengan logika yang tajam: bukankah Kami yang menciptakan kalian dari awal? Apakah menciptakan kembali lebih sulit dari menciptakan dari ketiadaan? Ini adalah tamparan keras bagi mereka yang merasa pintar, tapi lupa akan asal-usulnya. Maka ayat ini menjadi pembuka kesadaran bahwa manusia yang sombong dengan akalnya pun tidak bisa lepas dari ketetapan Allah.

Lumira sendiri seringkali merasa kecil ketika menyadari bahwa hidup ini adalah karunia, bukan hasil kemampuan sendiri. Sebagaimana orang-orang dahulu yang mendustakan kebangkitan, manusia zaman sekarang pun banyak yang terjebak dalam pola pikir serupa. Mereka percaya sains dan logika, tapi menolak wahyu. Padahal keduanya berasal dari sumber yang sama: Allah Yang Maha Mengetahui.

Allah Berkuasa Mengganti dan Membentuk Kembali

Tafsiran lanjutan dari ayat ini menyebutkan bahwa Allah tidak hanya berkuasa mencabut nyawa, tapi juga mengganti satu umat dengan umat yang lain, dan membangkitkan manusia dalam bentuk yang berbeda dari yang mereka kenal sebelumnya. Ini menandakan bahwa hidup bukan hanya tentang kita dan zaman kita. Allah bisa menciptakan generasi baru yang lebih taat dan lebih kuat.

Lumira merenungi bagian ini cukup dalam. Karena sering kali kita menganggap dunia ini bergantung pada kita. Kita berpikir seolah kitalah pusat segalanya. Tapi ternyata, jika kita lalai, Allah bisa saja menggantikan kita dengan yang lebih baik, lebih bersyukur, dan lebih patuh. Dan itu bukan bentuk kekejaman, tapi bentuk keadilan dan kasih sayang-Nya agar dunia tetap dalam keseimbangan.

Kebangkitan dalam bentuk yang tak kita ketahui juga menjadi isyarat bahwa kehidupan akhirat jauh lebih kompleks dan dahsyat dari yang bisa kita bayangkan. Tubuh, jiwa, bahkan kondisi eksistensial kita akan berubah. Maka satu-satunya bekal yang bisa kita bawa adalah keimanan dan amal salih. Dan ayat ini adalah panggilan lembut namun tegas dari Allah agar kita bersiap sejak sekarang.

Rezeki yang Tidak Terlihat

Kita sering menyangka bahwa rezeki hanya hadir dalam bentuk harta atau prestasi duniawi. Padahal, kemampuan untuk memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an adalah nikmat yang jauh lebih mendalam. 

Banyak orang bergelimang kesenangan dunia, namun jiwanya gersang dan jauh dari cahaya petunjuk. Maka saat Allah SWT menanamkan rasa cinta dalam hati kita terhadap kalam-Nya, itu adalah wujud kasih-Nya yang tak ternilai.

Tak semua orang diberi karunia ini. Jika hari ini kita masih diberi ruang oleh Allah untuk menyimak kajian, membaca mushaf, atau menuliskan renungan dari wahyu-Nya, itu pertanda bahwa Allah belum membiarkan kita larut dalam kelalaian. Dia masih menuntun kita pada kebaikan.

Di tengah hiruk-pikuk era digital, di mana setiap orang berlomba menunjukkan eksistensinya, tak sedikit yang akhirnya terjebak dalam riuhnya pencitraan dan kehilangan arah. Namun Allah, dengan segala kelembutan-Nya, masih menyelipkan kesempatan untuk kita kembali pulang — meski hanya dengan membuka mushaf sejenak atau mencatat tadabbur sederhana. 

Ini bukan perkara kecil, tapi bentuk penjagaan agar hati kita tetap terhubung dengan-Nya. Bukan karena kita lebih utama dari yang lain, melainkan karena Allah Maha Penyayang terhadap siapa saja yang dikehendaki-Nya. Berinteraksi dengan Al-Qur’an di tengah gemuruh zaman adalah anugerah yang patut dijaga, bukan dilupakan.

Jangan Sia-siakan Tanda Kasih Sayang-Nya

Seringkali kita tidak sadar, bahwa hidayah itu bukan datang karena kecerdasan atau usaha semata. Ia hadir karena izin Allah SWT. Maka jika hari ini kita bisa merenungi makna kematian, kehidupan akhirat, dan memahami peringatan dari surat Al-Waqi’ah, itu bukan karena hebatnya diri kita. Tapi karena Allah telah memilih kita untuk kembali kepada-Nya lewat jalan cahaya. 

Jangan sia-siakan momen ini. Setiap interaksi kita dengan Al-Qur’an adalah bukti bahwa kita masih diberi kesempatan untuk berubah, memperbaiki diri, dan mempersiapkan bekal untuk pulang. Dan tak ada bekal terbaik selain yang berasal dari Kalam-Nya sendiri.

Posting Komentar

0 Komentar