BOOK REVIEW | RENGGA SATRIA - DISRUPSI

Book Review Disrupsi Karya Rengga Satria


[ewafebri.com] | BOOK REVIEW | RENGGA SATRIA - DISRUPSI. Bagaimana kita bisa mengenali budaya, adat dan cerita dari setiap scene pada seni fotografi ? Mari kita baca Disrupsi ! hehehe.. Maafkan atas ketidakkonsistenan saya dalam hal membuat review buku di Blog ini.  

BOOK REVIEW | RENGGA SATRIA - DISRUPSI



cover buku disrupsi karya rengga satria





JUDUL : DISRUPSI
PENULIS : RENGGA SATRIA
GENRE : NON FICTION [PHOTOGRAPHY]
TAHUN PENERBITAN : 2019
JUMLAH HALAMAN : 62
BAHASA : INGGRIS & INDONESIA


BLURB


Sejak 6 dekade lalu, pemerintah berupaya melenyapkan kepercayaan masyarakat Adat Mentawai, Arat Sabulungan.

Pembakaran dan peralemgkapan adat hingga penampakan sikerei dilegalkan dalam SK No. 167/PROMOSI/1954. Tujuannya satu, menghapuskan kepercayaan adat Sabulungan dan memaksa masyarakat adat Mentawai memeluk agama yang diakui pemerintah.

Namun banyak pihak menilai hal itu hanya akal-akalan untuk mengalihfungsikan 601.135 hektar daratan Mentawai yang sebagian besarnya dijadikan sebagai tambang investasi pemerintah.

Hutan yang selama ini menjadi kiblat Arat Sabulungan akan mudah dikuasai jika masyarakat adat Mentawai memeluk kepercayaan lain dan menjadi modern. 
 


THE REASON I READ


Setelah kemarin di ewafebriart saya membuat postingan tentang Virtual Art Exhibition karya Rengga Satria, kali ini saya ingin membahas tentang bukunya. Buku ini saya dapatkan dari Authornya langsung. 

Jujur ini adalah buku pertama dalam bentuk kumpulan fotografi yang saya review. Sebenarnya saya udah lama tahu tentang buku ini. Kebetulan waktu itu pasa rangkain Pameran 30 x 30 yang pertama di Marto Art Centre pernah ada rangkaian acara tentang membedah buku ini. 

Sayangnya saya gak hadir waktu acara itu, dan nyesel donk sekarang. hahaha.. Karena rugi banget rasanya waktu itu melewatkan diskusi tentang buku Disrupsi. Dan saya menulis review ini supaya kalian juga gak menyesal melewatkan karya fotografi ini. Hihihi.. Yuk ah ! 

CHARACTER


Berhubung ini bukan merupakan Novel seperti buku yang sering saya review, agak sulit juga menentukan karakter tokohnya. Hihi.. Begini deh kalo bikin review pake patokan segala. Hahaha... Jadi ribet sendiri.

Ya yang pasti dalam buku ini tuh karakter tokohnya, author itu sendiri. Mengapa ? Karena buku ini menceritakan pengalaman author ketika berada di desa Ugai di Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai

Selama 4 hari, Rengga (author) berkesempatan menghabiskan waktunya bersama dengan Aman Tonem dan Aman Poli untuk tinggal dan menyaksikan bagaimana kehidupan masyarakat adat Mentawai beraktifitas, berburu, dan melakukan ritual hingga mereka terpaksa berpapasan dengan modernisasi. 

Dia menuangkan kesaksiannya tersebut dalam karya fotografi dengan berbagai macam object dan karakter masyarakatnya. 

MY IMPRESSION 


A Picture Is Worth A Thousand Words

Ungkapan itu rasanya cocok disematkan dalam buku tersebut. Karena meskipun tak banyak kalimat deskripsi layaknya buku Novel, tapi satu buah foto yang dipotret mampu menceritakan satu chapter kehidupan. Wuissh.. hahaha.. tapi ini gak berlebihan kok. Memang itu yang saya rasakan dalam melihat satu foto. 

Tapi ngomong-ngomong sebelum saya membahas tentang isinya, saya ingin membahas tentang maksud kata disrupsi itu sendiri. 

APA SICH DISRUPSI ? 


Disrupsi berasal dari kata Disruption (bahasa Inggris) yang berarti kekacauan atau gangguan;  (disturbance or problems which interrupt an event, activity, or process) << Gangguan atau masalah yang menginterupsi / menyela suatu kegiatan, aktivitas ataupun proses. 

Jika direlasikan dengan buku yang sedang saya bahas kali ini, Disrupsi adalah suatu gangguan atau kekacauan yang terjadi di dalam Masyarakat Adat Mentawai. 

SEPERTI APA GANGGUANNYA ? 


Dalam buku Disrupsi, terdapat sekitar 43 foto yang berbeda-beda object dan latarbelakangnnya. Bayangkan berapa banyak chapter yang mampu dijelaskan di sana. hihihi.. Eits, tapi saya gak akan membahas satu persatu fotonya loh ya ? Kalo dibahas semua, spoiler namanya. Dan gak seru donk ya ? hahaha.. 

Mungkin saya bukan tipikal orang yang pandai mendesripsikan makna dari setiap moment yang ter-capture oleh kamera. Tetapi ada beberapa hal yang bisa saya rasakan ketika melihat foto-foto tersebut. 

Misalnya saja tentang sebuah foto dengan scene 2 perempuan ditemani 2 anjing pemburu dengan memakai pakaian adat setempat di dalam hutan (hal 19). 

Pakaian bawahnya terbuat dari daun (sepertinya semacam palm atau lontar) berwarna hijau. Sementara pada bagian badan atasnya tak terbalut kain / material lain yang menutupi sama sekali. 

Di bagian lehernya terjuntai aksesoris berbentuk kalung dengan warna-warna alam. Perpaduan warna kuning, hijau dan teracota. Mengingatkan saya pada aksesoris reggae. Di bagian kepalanya nampak aksesoris rambut berwarna merah. Saya tidak tahu pasti fungsi aksesoris tersebut. Apakah menyimbulkan sesuatu atau hanya sebatas pemanis saja. 

Dari penjelasan di bukunya, foto tersebut diambil saat mereka sedang mencari / nyeser ikan di sungai. 

Bagi saya foto tersebut menggambarkan kekuatan luar biasa yang dimiliki oleh wanita Masyarakat Adat Mentawai. Suatu perpaduan dari kekuatan dan kecantikan alami secara harfiah. Dan hal ini sulit didapat dari wanita modern jaman now.. hihihi.. 

Foto tersebut juga merupakan salah satu bukti tentang "Sapru leleu sappru engatta (kalo hutan habis, habislah kehidupan kita)". Hutan tak hanya tempat tinggal bagi mereka, tapi juga merupakan sumber kehidupan tunggal serta tempat roh leluhur yang selama ini menjaga masyarakat adat Mentawai dari bala (kemalangan). 


Wanita mentawai pada buku disrupsi



Foto kedua yang ingin saya bahas terdapat pada halaman 32. Di halaman tersebut ada foto seorang wanita yang berpakaian lebih modern. Dia memakai baju berwarna merah tua dengan pattern polkadot warna hitam. 

Pada bagian lehernya tergantung aksesoris kalung dengan warna kuning dan orange. Kalo diperhatikan dengan seksama, kalung tersebut terbuat dari rangkaian manik-manik. 

Pada bagian dagu, terdapat tato motif garis dengan warna hitam (solid). Tato tersebut digambar dari mulai bagian bawah bibir hingga ke leher. Sementara dua tato di samping kiri dan kanannya, digambar mulai dari leher hingga ke bagian dada. 

Wanita tersebut berdiri dengan latar belakang tengkorak dan tulang belulang hasil berburu yang digantung dari atas. Jujur nie foto agak ngeri buat saya pribadi, tapi hebatnya di sana itu mungkin sudah lazim terjadi. 


KENAPA YANG DIBAHAS DUA FOTO DENGAN OBJECT WANITA ? 


Dari 2 foto tersebut saya bisa melihat perubahan yang sedang terjadi di sana. Disrupsi sudah mulai terjadi di tengah masyarakatnya.

Modernisasi bisa menjadi salah satu faktor Disrupsi. Walaupun ada banyak faktor lainnya yang  juga menjadi sumber kekacauan baru bagi kehidupan masyarakat setempat.

Misalnya saja tentang ajaran baru yang mulai menggerus keyakinan mereka, pembangunan infrastuktur yang mulai memporakporandakan kehidupan mereka, atau budaya baru yang mulai menggerus adat istiadat masyarakat setempat.

Meski begitu, bagi saya (yang kurang paham ilmu fotografi ini) , foto itu mengisyaratkan bahwa modernisasi memang sudah mulai mengambil peranan pada sebagian masyarakatnya. Meski secara tradisi / ritual lainnya, sebagian dari mereka masih menjalankannya. 

Salah satu yang berkesan pada buku fotografi itu adalah susunan layout fotonya, Tak cuma supaya sedap dipandang mata saja, tapi juga meng-capture perubahan yang terjadi pada masyarakat adatnya. 

Dari satu foto ke foto lainnya sudah memberikan alur cerita sendiri tanpa perlu banyak deskripsi di bawahnya. Seolah merupakan perubahan dari waktu ke waktu, bahkan dari layout itu, saya bisa melihat bahwa Masyarakat adat, Arat Sabulungan sudah makin sedikit. 
 

WHAT I LEARN 

Ada beberapa hal yang bisa saya pelajari dari buku Disrupsi. Mungkin setiap orang memaknainya beda-beda ya ? dan gak masalah, namanya juga review.. hihihi..

Owh iya saya gak akan membahas tentang kebijakan dan hal-hal yang berbau politik di dalamnya, karena pengetahuan saya belum mampu menguasi materi tersebut. Saya hanya akan membahas secara umumnya saja. 

Dan berikut ini beberapa hal yang saya pelajari : 


  • Jika bukan karena buku ini, saya tidak akan pernah mengenal Masyarakat Adat Mentawai, Arat Sabulungan. 
  • Buku ini pula yang membuat saya tahu tentang seni tato tertua berada di Mentawai.
  • Perubahan selalu memberikan dampak bagi masyarakat. Dalam hal ini dampak bisa dari 2 sisi yang berbeda. Bagi yang menamba modernisasi, perubahan ini menjadi sebuah dunia baru yang patut disyukuri. Tapi bagi yang masyarakat adat hal ini merupakan kehancuran.
  • Mengingat saya juga menyukai seni fotografi (meski memilih macro), saya jadi bisa belajar tentang hal ini. Bahwa sebuah foto yang dihasilkan tak cuma sekedar memperhatikan aturan seperti Third Rules, Exposure, ISO dan lain-lain saja, Tapi yang terpenting, foto-foto tersebut mampu bercerita pada penikmatnya. << Waduhh... Buat saya, ini kayaknya sulit banget dipelajari.. Hahaha.. 
  • Dalam banyak hal kadang kita terlalu fokus pada pandangan / point of view diri kita sendiri. Seringkali kita lupa bahwa ada banyak sudut pandang yang dimiliki oleh orang lain. Inilah yang kadang menimbulkan sebuah konflik apabila kita memaksakan apa yang kita yakini pada orang lain. 

Poin yang terakhir ini, yang sering terjadi di lingkungan sekitar kita. Apalagi di belantara internet. Lihat saja opini / judging yang memenuhi kolom-kolom komentar di sosial media. Apalagi kolom komentar milik mereka yang punya nama dan pamor. 

KESIMPULAN 


Membaca buku ini, membuat saya jadi bisa mengenal budaya yang selama ini tak terjangkau perhatian. Ya mungkin sayanya aja yang males cari informasi tentang budaya.

Hahaha.. Ngomong-ngomong  soal Mentawai, saya dulu sering banget memperhatikan twit-twitnya bang Rahung. Meskipun sepintas gitu aja bacannya. Hehehe.. 

Tetapi begitu melihat foto-foto di Disrupsi saya jadi penasaran tentang kehidupan masyarakatnya. 


HAPPY READING !



Post a Comment

0 Comments