بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Catatan 5 Juli 2025,
Setelah kemarin Lumira mencatat tentang keseluruhan tadabbur pada QS, Asy-Syu'ara', kali ini ada ayat doa dalam surat tersebut yang sangat Lumira sukai. Ketika Lumira membaca doa ini kemarin, rasanya tuh pikiran langsung terhenti untuk mentadabburi lebih lanjut. Bukan hanya itu, tetapi karena Lumira juga ingin mengamalkan doa yang indah ini dalam kehidupan sehari-hari.
TADABBUR QURAN: ASY-SYU'ARA' 83-84
Sebelum menutup pernyataannya tentang siapa Tuhan yang sejati, Nabi Ibrahim A.S. menyampaikan doa yang begitu dalam dan sarat makna. Doa ini tertuang dalam QS Asy-Syu’ara ayat 83–84, dan bagi Lumira, isinya bukan sekadar permohonan seorang Nabi, tetapi juga cermin kerendahan hati manusia dalam mencari bimbingan dari Allah. Sebenarnya Doa ini sangat panjang, hingga Ayat ke 91. Tapi kita tadabburi pelan-pelan aja ya?
Setelah menjelaskan sifat-sifat Allah yang penuh kasih dan kuasa, Nabi Ibrahim A.S tidak lantas merasa cukup. Ia tetap memohon hikmah dan tempat di antara orang-orang saleh. Inilah wujud penghambaan sejati—bahwa seberapa pun tinggi posisi atau ilmu seseorang, ia tetap membutuhkan pertolongan dan pengakuan dari Tuhannya.
Doa ini mengingatkan Lumira pada perintah Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ dalam QS Thaha: “Rabbi zidni ilma”—“Ya Tuhanku, tambahkanlah aku ilmu.” Namun, ada sesuatu yang unik dalam permintaan Nabi Ibrahim. Ia memohon hikmah, yang maknanya lebih luas dari sekadar ilmu pengetahuan.
Hikmah bisa mencakup kebijaksanaan, kejernihan dalam menilai, serta pelajaran-pelajaran hidup yang didapat dari pengalaman dan perenungan—bukan hanya dari buku atau pendidikan formal.
Bagi Lumira, inilah bentuk ilmu yang paling membekas: pelajaran yang datang dari proses, luka, kesabaran, dan keberanian untuk terus belajar dari setiap kejadian dalam hidup.
Doa Nabi Ibrahim As Syu'Ara' 83-84
Setelah menjelaskan dengan penuh kelembutan siapa Tuhan yang sebenarnya—yakni Allah yang menciptakan, membimbing, memberi makan dan minum, menyembuhkan, mematikan dan menghidupkan, Nabi Ibrahim melanjutkannya dengan sebuah doa yang sangat menyentuh:
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh.”(QS. Asy-Syu’ara: 83)
Doa ini menunjukkan kerendahan hati seorang Nabi besar, bahwa meskipun beliau telah menjadi teladan dalam keimanan dan dakwah, ia tetap memohon bimbingan dan kebijaksanaan dari Allah. Bagi kita yang jauh dari derajat kenabian, doa ini menjadi pelajaran bahwa ilmu dan hikmah bukanlah sesuatu yang bisa diraih sendiri—ia adalah karunia dari Tuhan yang patut diminta dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati.
Lalu Nabi Ibrahim As. melanjutkan:
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.”
(QS. Asy-Syu’ara: 84)
Ini bukan tentang ketenaran, tetapi tentang warisan nilai dan kebaikan yang dikenang oleh generasi setelahnya. Ia berharap agar kehidupannya tak hanya berarti bagi zamannya, tetapi juga menjadi inspirasi lintas waktu.
Doa ini seolah menegaskan bahwa kehidupan yang bernilai adalah kehidupan yang membawa manfaat dan pengaruh positif bagi orang lain, bahkan setelah kita tiada. Dalam konteks hari ini, ini bisa menjadi dorongan bagi kita untuk menanam amal baik, menyebarkan ilmu, dan menjaga integritas, agar nama kita pun dikenang dengan kebaikan.
Tafsir Tahlili
Dalam QS Asy-Syu’ara ayat 83, Nabi Ibrahim A.S. memohon kepada Allah agar dianugerahi hikmah. Menurut tafsir tahlili, hikmah di sini tidak sekadar berarti ilmu pengetahuan, tetapi ilmu yang diamalkan dengan baik dan digunakan untuk membedakan kebenaran dari kesesatan.
Hikmah juga mencerminkan bentuk petunjuk dari Allah yang menuntun seorang hamba agar terhindar dari perbuatan dosa, baik besar maupun kecil, dengan bantuan taufik dari-Nya. Ini menunjukkan bahwa hikmah adalah cahaya dalam jiwa yang membimbing seseorang menuju amal yang lurus dan penuh kesadaran.
Sebagian ahli tafsir menambahkan bahwa hikmah bisa juga bermakna kemampuan bersikap adil dalam mengambil keputusan, terutama dalam perkara yang melibatkan sesama manusia. Dalam konteks doa Nabi Ibrahim, hikmah diartikan sebagai pengetahuan mendalam tentang sifat-sifat Allah dan kebenaran, yang kemudian diamalkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Doa ini menggambarkan keinginan seorang Nabi untuk terus dibimbing, agar segala ilmunya tidak hanya berhenti di akal, tetapi benar-benar menjadi dasar perilaku dan keputusan hidup.
Nabi Ibrahim juga memohon agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang saleh—mereka yang hidup dalam keimanan, bertawakal, dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya sandaran. Permohonan ini dikabulkan Allah, sebagaimana ditegaskan dalam QS Al-Baqarah ayat 130, bahwa di akhirat nanti, Nabi Ibrahim termasuk dalam golongan orang-orang saleh.
Doa beliau bahkan menjadi inspirasi Rasulullah ﷺ, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis: “Ya Allah, matikanlah kami dalam keadaan muslim, hidupkanlah kami dalam keadaan muslim, dan masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang saleh...” Doa ini menunjukkan bahwa menjadi bagian dari kaum saleh adalah cita-cita mulia yang dicontohkan oleh para Nabi, dan layak kita panjatkan dalam setiap kesempatan.
Tafsir QS Asy-Syu’ara ayat 83–89 berdasarkan Tafsir as-Sa'di dan Tafsir Ibnu Katsir
Nabi Ibrahim A.S. memohon kepada Allah agar dianugerahi hikmah, yang berarti ilmu yang cukup untuk memahami hukum-hukum halal dan haram serta kemampuan memberikan keputusan yang adil di tengah manusia.
Dalam tafsir ini, hikmah bukan hanya sebatas pengetahuan, tetapi juga petunjuk Allah yang membimbing seseorang untuk mengamalkan kebenaran dalam kehidupan. Hikmah menjadikan seorang hamba terhindar dari dosa dan bertindak dengan bijaksana. Allah mengabulkan doa ini dan menjadikan Ibrahim sebagai rasul yang mulia, berilmu, dan dihormati lintas generasi serta lintas agama.
Doa berikutnya adalah permintaan agar Ibrahim dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Ini menunjukkan kerendahan hati Nabi Ibrahim, meski beliau sudah termasuk manusia pilihan. Ia tetap berharap agar Allah menempatkannya bersama para nabi dan orang-orang beriman lainnya, baik di dunia maupun di akhirat.
Rasulullah ﷺ sendiri meniru doa ini menjelang wafatnya, sebagai bentuk harapan agar tetap tergolong dalam barisan hamba yang diridhai.
Selanjutnya, Ibrahim memohon agar dijadikan sebagai buah tutur yang baik bagi orang-orang setelahnya, yakni dikenang sebagai sosok teladan dalam kebaikan. Doa ini pun dikabulkan Allah.
Nama Ibrahim tetap harum dan diagungkan hingga kini oleh umat Islam, Kristen, dan Yahudi.
Allah mengabadikan pujian untuknya dalam berbagai ayat, seperti dalam Surah Ash-Shaffat: "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan dan keteladanan sejati akan selalu hidup dalam ingatan umat sepanjang zaman.
Ayat-ayat selanjutnya menunjukkan permintaan Nabi Ibrahim agar tidak dipermalukan di hari kebangkitan, yaitu hari di mana harta dan anak-anak tak lagi berguna. Yang menyelamatkan hanyalah hati yang bersih, yakni hati yang bebas dari kemusyrikan, penuh iman, dan lurus dalam bertauhid.
Dalam pandangan para ulama, hati yang bersih adalah hati yang mengenal Allah, percaya pada hari akhir, serta terhindar dari kesesatan dan kebid'ahan. Inilah puncak dari doa Ibrahim: keselamatan di dunia dan akhirat melalui ilmu, amal, pengakuan keimanan, dan hati yang tulus.
Pelajaran Bagi Lumira
Dari dua doa Nabi Ibrahim A.S. dalam QS Asy-Syu’ara ayat 83–84, Lumira menemukan pelajaran penting tentang kerendahan hati dan makna warisan sejati dalam kehidupan. Meskipun Ibrahim adalah seorang Nabi agung, ia tetap memohon kepada Allah agar diberi hikmah—yakni kemampuan untuk memahami dan mengamalkan kebenaran dengan bijak.
Ini mengajarkan Lumira bahwa belajar itu tidak pernah berhenti, dan hikmah sejati tidak hanya didapat dari buku atau pendidikan formal, tetapi juga dari pengalaman hidup, ketekunan dalam merenung, dan kesediaan untuk terus bertumbuh dalam bimbingan Allah.
Doa kedua—agar dijadikan buah tutur yang baik bagi generasi setelahnya—menginspirasi Lumira untuk menilai kembali makna kontribusi dalam hidup. Nabi Ibrahim tidak meminta popularitas atau kekuasaan, melainkan harapan untuk dikenang dalam kebaikan yang abadi.
Hal ini menyentuh Lumira secara pribadi: bahwa lewat tulisan sederhana, amal kecil, atau nilai yang ditanamkan dalam interaksi sehari-hari, seseorang bisa mewariskan jejak kebaikan yang melampaui usianya. Dari dua doa ini, Lumira belajar bahwa kehidupan yang berarti adalah kehidupan yang terus mencari bimbingan Allah dan berusaha meninggalkan jejak nilai yang mendekatkan orang lain kepada-Nya.
0 Komentar
Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏