TADABBUR QURAN: AL JASIYAH 20

TADABBUR QURAN: AL JASIYAH 20

Hai pencari cahaya! ✨🌝 

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Catatan, 22 Juli 2025.

Ketika kita membeli perangkat baru, seperti gawai atau peralatan rumah tangga, biasanya kita mendapatkan buku manual agar bisa mengoperasikan alat itu dengan benar. Bayangkan, bagaimana jika seluruh kehidupan manusia ternyata juga datang bersama sebuah buku petunjuk langsung dari Sang Pencipta? Itulah Al-Qur'an—buku panduan hidup yang Maha Sempurna, dikirim Allah SWT sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia.


TADABBUR QURAN: AL JASIYAH 20

Namun sayangnya, hiruk-pikuk dunia kerap kali membuat manusia lalai. Kita lebih sibuk dengan notifikasi media sosial daripada membuka mushaf. Padahal, setelah beberapa waktu menekuni tadabbur Al-Qur’an, meski seringkali tak konsisten, saya bisa merasakan langsung betapa Al-Qur’an ini hidup dan menyapa keseharian kita. 

Ayat-ayat yang diturunkan ribuan tahun lalu justru bisa terasa sangat relevan jika kita belajar lintas disiplin ilmu. Inilah keistimewaan Al-Qur’an: meski satu ayat diturunkan dalam konteks tertentu, ia bisa membimbing lintas zaman dan lintas ilmu.

Al-Qur’an sebagai Pedoman Universal

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

هٰذَا بَصَاۤىِٕرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَّرَحْمَةٌ لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ 

Ini (Al-Qur’an) adalah pedoman bagi manusia, petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang meyakini(-nya).

Al-Jāṡiyah [45]:20

Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa “hāżā baṣā`iru lin-nās”—Al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia. Dalam Tafsir Ringkas Kemenag, Al-Qur’an dijelaskan sebagai wahyu dan tuntunan yang menjadi bukti serta petunjuk bagi seluruh umat manusia, bukan hanya kaum muslimin. Ini menegaskan bahwa nilai-nilai universal yang dikandungnya mencakup kemanusiaan, keadilan, serta akhlak mulia.

Tafsir Tahlili menambahkan bahwa Al-Qur’an menjadi dalil dan keterangan yang manusia perlukan demi kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat. Hanya saja, pedoman ini tak serta-merta bermanfaat bagi semua; ia akan dirasakan sepenuhnya oleh mereka yang yakin. 

Syaikh Sulaiman Al-Asyqar juga menafsirkan “baṣā`iru lin-nās” sebagai bukti dan petunjuk dalam urusan agama yang sangat dibutuhkan manusia. Inilah GPS kehidupan yang tak pernah error.

Sayangnya, banyak manusia lebih mempercayai opini influencer daripada petunjuk Sang Pencipta. Kita sering terlambat menyadari kebenaran Al-Qur’an, padahal jika sejak awal kita menjadikannya pedoman, hidup tak akan sekompleks ini. Itulah sebabnya, semakin kita menunda membuka Al-Qur’an, semakin besar pula risiko tersesat.

Petunjuk yang Menuntun ke Surga

Selain sebagai pedoman, Al-Qur’an disebut sebagai “hudā”—petunjuk. Bukan hanya petunjuk umum, tetapi penuntun menuju surga. Dalam Tafsir Zubdatut Tafsir, petunjuk ini mengarahkan orang yang mengamalkannya kepada jalan keselamatan, bukan hanya dalam urusan pokok seperti tauhid, tetapi juga dalam cabang-cabang kehidupan, seperti akhlak, muamalah, dan spiritualitas.

Tafsir As-Sa'di memperkuat pemahaman ini dengan menyebutkan bahwa Al-Qur’an menjadi sarana kebahagiaan dunia-akhirat. Ia membimbing dalam masalah besar maupun kecil, dengan tuntunan yang membawa kebaikan dan kebeningan jiwa. Dalam ayat ini, kita tidak hanya disuruh membaca Al-Qur’an, tapi menjadikannya sebagai GPS yang aktif—memandu langkah demi langkah.

Namun tak sedikit orang yang hanya menggunakan Al-Qur’an saat genting, seperti jimat. Mereka lupa bahwa petunjuk itu bekerja bila kita aktif mencarinya, memahaminya, dan berusaha mengamalkannya. Membaca tanpa tadabbur bagaikan menyalakan peta tanpa tahu arah. Maka, jangan hanya membaca, tetapi selami dan hidupilah petunjuknya.

Rahmat yang Membeningkan Jiwa

Allah SWT menyebut Al-Qur’an sebagai “raḥmah”—rahmat bagi kaum yang meyakini. Dalam Tafsir Tahlili, dijelaskan bahwa rahmat ini berupa kebahagiaan yang dirasakan di dunia dan akhirat. Sementara Tafsir As-Sa’dī menjelaskan bahwa rahmat itu membersihkan jiwa, menambah akal sehat, serta meningkatkan keimanan.

Betapa agungnya Al-Qur’an sebagai bentuk kasih sayang. Ia bukan hanya sekadar kitab suci, tetapi juga pelipur lara, penguat hati, dan penyembuh luka batin. Dalam kehidupan yang penuh fitnah, cancel culture, dan cyber attack, ayat-ayat Al-Qur’an bisa menjadi benteng perlindungan yang menenangkan. Ia membuat kita kembali pada hakikat kemanusiaan.

Sebaliknya, orang yang menolak Al-Qur’an justru akan kehilangan arah. Mereka mungkin merasa bebas, tetapi jiwanya kosong. Al-Qur’an hadir bukan untuk membelenggu, melainkan untuk membimbing—membuka lapisan kebenaran yang tak bisa dijangkau akal manusia secara mandiri. Inilah rahmat yang tak ternilai.

Hanya untuk Mereka yang Meyakini

Allah SWT menutup ayat ini dengan kalimat “liqawmin yuqinūn”—bagi kaum yang meyakini. Yakni mereka yang tidak goyah meski dihantam syubhat dan kesulitan. Dalam Tafsir Zubdatut Tafsir, mereka digambarkan sebagai orang yang tidak ragu sedikit pun terhadap kebenaran wahyu. Inilah kelompok yang betul-betul menjadikan Al-Qur’an sebagai pusat orbit hidup mereka.

Tafsir As-Sa’dī menegaskan bahwa manfaat Al-Qur’an akan terasa penuh hanya bagi orang-orang beriman yang tunduk pada kebenaran. Mereka tak sekadar menghafal ayat, tetapi juga menghidupkan ruhnya dalam kehidupan. Mereka memahami bahwa setiap ayat punya maksud dan konteks, dan menyambutnya dengan sikap tawadhu.

Betapa beruntungnya orang yang terus diberi kesempatan oleh Allah untuk mendalami Al-Qur’an. Ia terus punya ruang untuk introspeksi dan memperbaiki diri. Dalam suasana dunia yang penuh fitnah dan manipulasi, merekalah yang tetap tenang, karena orientasi hidupnya bukan pada validasi manusia, melainkan pada keridhaan Ilahi.

Al Quran Adalah Cahaya Yang Tak Pernah Padam

Merenungi ayat ini membuat saya tersadar: betapa Allah SWT sangat mencintai kita, hingga menurunkan sebuah panduan kehidupan yang melampaui zaman. Sayangnya, banyak manusia yang menjauhinya, bahkan mencibirnya. Di tengah gempuran informasi dan kerusakan zaman, Al-Qur’an tetap menjadi cahaya yang tak pernah padam.

1. Digital Distraction vs. Divine Direction

Di tengah banjir informasi dan distraksi digital, manusia modern cenderung kehilangan arah karena terlalu banyak suara yang bersaing dalam pikirannya: media sosial, opini publik, tren, algoritma, dan sebagainya. 

Dalam kondisi ini, Al-Qur’an menjadi sumber arah yang otentik dan konsisten—ia tak berubah, tak dipengaruhi tren, dan berbicara langsung kepada hati nurani. Ketika manusia bingung membedakan antara yang hak dan yang batil di dunia maya, Al-Qur’an memberikan "bashā’ir"—penglihatan batin untuk membedakan kebenaran sejati.

2. Krisis Identitas dan Spiritualitas

Banyak generasi muda mengalami krisis identitas dan kebingungan eksistensial. Mereka mencari makna dalam karier, relasi, bahkan dalam gaya hidup. Dalam konteks ini, Al-Qur’an bukan hanya petunjuk hukum (syariah), tetapi juga petunjuk makna hidup. Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental: Siapa aku? Dari mana asal usulku? Untuk apa aku hidup? Ini menjadi sangat relevan di era yang menuntut kesuksesan tapi jarang mengajarkan makna.

3. Loneliness in the Hyperconnected World

Meskipun era digital menghubungkan manusia 24/7, kesepian eksistensial justru meningkat. Banyak orang merasa tidak dimengerti atau kehilangan arah. Dalam konteks ini, Al-Qur’an hadir sebagai rahmat dan teman yang tak meninggalkan. Ayat-ayatnya bisa menjadi tempat curhat, cermin jiwa, sekaligus pelipur lara. Tadabbur menjadi bentuk “deep listening” terhadap diri sendiri yang semakin langka.

4. Etika dan Moral di Tengah Relativisme

Zaman sekarang penuh dengan relativisme moral—di mana standar kebaikan menjadi kabur dan bergantung pada opini. Dalam kondisi ini, Al-Qur’an menjadi kompas moral yang memberi kejelasan arah dan prinsip yang tidak tergoyahkan. Ia memberikan kerangka nilai yang kuat di tengah arus "semua benar tergantung perspektif".

5. Sains dan Pengetahuan Lintas Disiplin

Kemajuan ilmu pengetahuan justru membuktikan kebijaksanaan Al-Qur’an yang lintas zaman. Banyak temuan sains yang senada dengan prinsip-prinsip yang sudah disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, baik dalam bentuk eksplisit maupun metaforis. Seperti yang pernah saya bahas di Surat Al Alaq.

Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an memang bukan teks sejarah yang usang, melainkan living text yang tumbuh maknanya seiring perkembangan zaman.

Di tengah dunia yang kian gaduh dan cepat berubah, Al-Qur’an hadir sebagai satu-satunya sumber kebenaran yang tetap dan menenangkan. Ia bukan sekadar kitab suci yang dibaca di waktu luang atau saat duka, melainkan petunjuk hidup yang menyeluruh, yakni: menjawab kebutuhan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial manusia. 

Ketika disambut dengan keyakinan dan kerendahan hati, Al-Qur’an tidak hanya memberi arah, tetapi juga memperhalus jiwa, menguatkan akal, dan menuntun langkah menuju surga. Maka beruntunglah mereka yang tak sekadar membaca, tapi juga menyelami dan menghidupi ayat demi ayatnya. Karena dalam cahaya yang tak pernah padam ini, tersembunyi jawaban atas segala kegelisahan zaman.


Posting Komentar

0 Komentar