TIME MANAGEMENT ALA AL QURAN: MEMBANGUN HIDUP BERMAKNA MELALUI TADABBUR

TIME MANAGEMENT ALA AL QURAN: MEMBANGUN HIDUP BERMAKNA MELALUI TADABBUR

Hai pencari cahaya! ✨🌝

 بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Catatan, 19 Juli 2025.

Ada satu hal yang selalu Lumira tanamkan dalam hati setiap kali membuka mata di pagi hari: “Hari ini bisa saja menjadi hari terakhirku di dunia ini.” Kesadaran ini bukan untuk menakut-nakuti diri sendiri, tetapi justru menjadi alarm ruhani yang membuat Lumira lebih hati-hati dalam memilih bagaimana waktu digunakan. 


TIME MANAGEMENT ALA AL QURAN: MEMBANGUN HIDUP BERMAKNA MELALUI TADABBUR

Pernah suatu kali, Lumira mendengarkan kajian Gus Baha yang begitu menampar lembut: beliau berkata bahwa kita ini tidak boleh terlalu yakin atau berjanji akan melakukan sesuatu di masa depan, karena kita bahkan tidak tahu apakah ruh kita masih tinggal di dunia saat waktu itu tiba. Bisa jadi, rencana-rencana besar kita, bahkan janji-janji sederhana pun tak pernah sampai pada pelaksanaannya karena Allah telah lebih dulu mengambil jiwa kita.

Inilah mengapa kita diajarkan untuk selalu mengatakan “In shaa Allah”—karena segala sesuatu hanya akan terjadi jika Allah menghendakinya. Dari sinilah Lumira mulai memahami bahwa waktu bukan hanya tentang detik yang berlalu, tapi tentang amanah yang harus diisi dengan kebaikan. 

Maka, dalam keseharian, Lumira berusaha memprioritaskan aktivitas yang bukan hanya berguna untuk dunia, tapi juga berbekas untuk akhirat. Membaca Qur’an meski satu ayat, menulis tadabbur meski satu paragraf, berbagi kebaikan meski hanya lewat senyum atau tulisan. 

Namun di sisi lain, tubuh ini juga punya hak. Karena untuk bisa beribadah dengan baik, raga perlu istirahat. Maka, tidur yang cukup, makan yang baik, dan jeda yang seimbang adalah bagian dari ibadah juga.

Kesadaran akan fana-nya waktu telah mengubah cara pandang Lumira terhadap hidup. Bukan lagi soal mengejar sebanyak mungkin hal, tapi memilih dengan penuh kesadaran tentang prioritas: mana yang benar-benar penting, dan mana yang hanya menghabiskan detik yang tak akan kembali.

Kematian Kecil: Tidur sebagai Latihan Pulang

Surah Az-Zumar ayat 42 menyampaikan sesuatu yang sangat mendalam: Allah mewafatkan jiwa pada saat kematiannya, dan juga jiwa yang belum mati ketika ia tidur. Tidur adalah semacam 'kematian kecil' yang menjadi isyarat bahwa setiap malam kita sedang 'dipanggil' untuk latihan pulang. Tidak ada jaminan bahwa kita akan bangun kembali keesokan harinya.

Dari sudut pandang medis, tidur adalah fase peralihan antara kesadaran dan ketidaksadaran. Namun dari sisi ruhani, ia adalah ruang hening antara dunia dan akhirat. Dalam psikologi modern, kesadaran akan kefanaan waktu bisa meningkatkan existential mindfulness, sebuah sikap reflektif terhadap makna hidup dan nilai waktu. 

Ketika seseorang menyadari bahwa tidur bisa jadi perjumpaan terakhirnya dengan dunia, maka waktu sebelum tidur menjadi sangat sakral: digunakan untuk memohon ampun, berdzikir, atau mengingat kembali hal-hal baik yang sudah (atau belum) dilakukan. Tidur bukan sekadar aktivitas biologis, tapi juga momen spiritual. Seperti yang tertera dalam Al Furqan 47. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الَّيْلَ لِبَاسًا وَّالنَّوْمَ سُبَاتًا وَّجَعَلَ النَّهَارَ نُشُوْرًا  

Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian dan tidur untuk istirahat. Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha.

Al-Furqān [25]:47

Dalam tafsir tahlili surah Al-Furqan ayat 47, Allah memperkenalkan salah satu bentuk kekuasaan-Nya: menjadikan malam sebagai pakaian, penutup yang lembut dan pelindung dari hiruk-pikuk siang. Allah juga menciptakan tidur sebagai bentuk istirahat sempurna, serupa dengan kondisi mati, di mana kesadaran lenyap, tubuh tak bergerak, dan hanya organ-organ vital yang tetap bekerja. 

Dalam keadaan ini, manusia tidak memiliki kendali apa pun—mereka sepenuhnya dalam genggaman-Nya. Allah juga menegaskan konsep ini dalam ayat lainnya:

"Dan Dialah yang menidurkan kamu pada malam hari." 

(QS. Al-An‘am: 60)

Ayat-ayat ini menyiratkan bahwa tidur bukan sekadar aktivitas biologis, melainkan fenomena spiritual. Ia adalah “kematian kecil” yang mengingatkan manusia bahwa kapan pun nyawa bisa tidak dikembalikan. 

Tidur adalah simulasi kematian, dan bangun adalah simulasi kebangkitan. Maka, setiap malam adalah latihan pulang, dan setiap pagi adalah kesempatan baru yang tidak dijamin akan datang lagi.

Dan justru karena itu, membiasakan diri tidur dalam keadaan berdzikir dan memaafkan orang lain adalah bentuk time management yang paling hakiki—mengisi waktu menjelang kematian kecil dengan persiapan menuju kematian sejati.

Kepemilikan Waktu Ada di Tangan-Nya

Surah Az-Zumar ayat 44 mengingatkan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuasaan atas segala pertolongan. Milik-Nya kerajaan langit dan bumi. Ini juga mencakup waktu dan seluruh peristiwa yang terjadi di dalamnya. Kita bisa merencanakan, tapi tak akan pernah benar-benar memiliki hari esok.

Dalam filsafat eksistensialisme, pemahaman akan keterbatasan manusia dalam mengendalikan hidup justru menjadi titik tolak kesadaran etis dan spiritual. Kita berhenti menyia-nyiakan waktu karena tahu bahwa setiap detik adalah pinjaman, bukan kepemilikan. 

Dalam sistem manajemen modern seperti "Essentialism" (Greg McKeown), prinsip ini beresonansi kuat: fokus hanya pada hal-hal yang benar-benar penting dan bermakna.

Lumira sendiri belajar menyusun harinya berdasarkan nilai, bukan hanya tugas. Apa yang bernilai kekal lebih didahulukan daripada yang hanya berumur pendek. Dan karena waktu bukan milik kita, maka menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya adalah bentuk syukur paling nyata.

Pulang adalah Keniscayaan

Az-Zumar 43 dan 44 secara implisit menyampaikan bahwa semua manusia pada akhirnya akan dikembalikan kepada Allah. Tidak ada satupun yang bisa melarikan diri dari kepastian ini. Bahkan dalam sejarah pewahyuan, ayat ini diturunkan sebagai bantahan terhadap kaum musyrik yang mengangkat perantara selain Allah untuk mendapatkan syafaat.

Syafaat dan pertolongan tidak bisa diberikan oleh makhluk tanpa izin dari Allah. Maka dalam menjalani hidup, prioritas kita bukan hanya pada to do list dunia, tapi juga to return list menuju akhirat. Kisah para sahabat seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab menjadi bukti nyata bagaimana mereka sangat sadar akan kefanaan dan selalu menjadikan waktu sebagai kendaraan menuju ridha Allah.

Dari sudut pandang spiritual, hidup bukan soal bertahan, tapi soal pulang dengan sebaik-baik bekal. Maka manajemen waktu ala Qur'an bukan hanya soal produktivitas, tapi soal persiapan menuju pertemuan dengan Pemilik waktu itu sendiri.

Relevansi dengan Psikologi dan Manajemen Waktu Modern

Menariknya, prinsip-prinsip manajemen waktu dalam Az-Zumar juga selaras dengan pendekatan psikologi modern. Konsep seperti "existential mindfulness" menekankan pentingnya hidup dengan kesadaran penuh akan kefanaan dan makna, sebagaimana yang tercermin dalam ayat-ayat tadi. 

Begitu juga prinsip "prioritization" dalam ilmu produktivitas modern seperti Eisenhower Matrix, Deep Work (Cal Newport), atau Essentialismsemuanya menekankan perlunya memilih aktivitas yang bermakna dan berdampak jangka panjang.

Kebiasaan evaluasi diri sebelum tidur selaras dengan teknik evening reflection dalam psikologi positif. Dan penekanan pada kesadaran serta penyerahan diri kepada yang Maha Kuasa, justru memperkuat sikap internal locus of controlm [1] yang stabil dan menenangkan.

Dengan menggabungkan tadabbur Qur’an dan praktik psikologi modern, kita mendapatkan pendekatan manajemen waktu yang tidak hanya efisien, tetapi juga bermakna secara spiritual dan emosional.

Tips Praktis Manajemen Waktu ala Az-Zumar

Berikut beberapa cara sederhana namun berdampak untuk menerapkan manajemen waktu berdasarkan tadabbur Surah Az-Zumar dalam kehidupan sehari-hari:
  1. Mulai Hari dengan Niat dan Dzikir: Sadari bahwa setiap hari bisa menjadi yang terakhir. Awali pagi dengan doa, dzikir, dan menetapkan niat untuk menjalani hari dengan sebaik-baiknya.
  2. Evaluasi Sebelum Tidur: Karena tidur adalah 'kematian kecil', biasakan untuk bermuhasabah, beristighfar, dan memaafkan orang lain sebelum tidur.
  3. Buat Jadwal yang Seimbang: Sertakan kegiatan spiritual dalam agenda harian seperti membaca Qur’an, salat sunnah, atau tadabbur. Tapi juga sisihkan waktu untuk istirahat yang cukup agar tetap sehat secara fisik dan mental.
  4. Prioritaskan Amal yang Berbekas untuk Akhirat: Pilih aktivitas yang berdampak jangka panjang untuk akhirat, seperti berbagi ilmu, menulis kebaikan, atau membantu orang lain.
  5. Gunakan In Sha Allah dengan Kesadaran: Biasakan menyertakan “In shaa Allah” dalam rencana, sebagai pengingat bahwa hidup kita bukan di tangan kita, melainkan di tangan-Nya.

Waktu Adalah Amanah

Tadabbur Az-Zumar 42 hingga 44 telah memberi cara pandang baru tentang manajemen waktu: bahwa waktu adalah amanah, tidur adalah jeda kematian, dan pertolongan hanya dari Allah. Di dunia yang serba cepat dan sibuk, pengingat ini menjadi jangkar yang menjaga kita tetap waras, tetap sadar, dan tetap taat.

“Karena setiap malam kita tidur bukan hanya untuk lelah, tapi untuk belajar pulang tanpa aba-aba. Maka isilah waktu bukan hanya untuk hidup, tapi untuk pulang dengan cahaya.”

Mengelola waktu berarti juga mengelola jiwa. Kita tidak tahu kapan waktu kita habis. Tapi selagi masih diberi kesempatan, mari isi detik-detik kita dengan hal-hal yang membawa kita pulang, bukan sekadar berlalu. Karena waktu yang dipakai untuk akhirat, tidak akan pernah jadi penyesalan di akhirat nanti.

Note: 

  • [1] Keyakinan bahwa seseorang memiliki kendali atas hidup dan hasil yang mereka peroleh, dan bahwa keberhasilan atau kegagalan mereka sebagian besar ditentukan oleh tindakan dan upaya mereka sendiri

Posting Komentar

0 Komentar