WEEK 4 : KESEDIHANKU

week 4 52 weeks journaling challenge ideas



[ewafebri.comWEEK 4 : KESEDIHANKU. Hal apa yang membuatku merasa sedih ? Entahlah.. rasanya banyak banget. Terutama jika hal tersebut saya pikirkan sekarang ini. Hal-hal sedih ini umumnya terjadi di masa lalu sih. Masa di mana saya belum mampu memahami pikiran dan hati dengan lebih baik.

WEEK 4 : KESEDIHANKU


Dari banyaknya kesedihan yang saya alami, mungkin beberapa cerita berikut ini merupakan kesedihan yang teramat dan gak pernah hilang.

Jika beberapa kesedihan memiliki waktu kadaluarsa, kalo yang satu ini sifatnya menahun, dan gak ilang-ilang. Hahaha.. 

SEDIKIT MEMORI TENTANG BAPAK



foto bapak
Memori  sama bapak


Bapak saya meninggal ketika saya masih berumur 4 tahun. Usia yang terlalu muda untuk mengingat kembali sebuah peristiwa. Tak banyak memori yang bisa saya simpan di dalam kepala.

Dulu bapak tinggal di Jakarta, sementara saya dan ibu masih tinggal di Banyuwangi. Sesekali Bapak mengunjungi kami di Banyuwangi. Maklum waktu itu pekerjaan Ibu, belum bisa ditinggal untuk pindah di kota yang sama.

Minimnya waktu yang kami habiskan bersama membuat kenangan akan Bapak juga tak banyak. Hanya ada beberapa foto yang masih saya simpan di dalam dompet. Biasanya saya pandang kalo sedang merasa sendiri dan butuh sosok yang mendukung.

Salah satu memori yang masih saya ingat mungkin ketika saya sakit saat masih kecil. Saat itu Bapak pulang ke Banyuwangi dan menggendong saya. Keesokannya saya sembuh, badan udah gak panas lagi.

Sayangnya ketika saya cari Bapak, justru beliau sudah tidak ada. Ternyata sosok Bapak hanya datang dalam mimpi saja. Karena beliau saat itu memang sudah berpulang, sudah tidak menemani kami di dunia lagi. Hiks..

Baca Juga :  MEMORI MENYENANGKAN DI MASA KECIL

MERINDUKAN SOSOK YANG HANGAT DAN TELADAN






Meskipun sudah lama Bapak meninggal, ruang kosong atas sosok Ayah yang hangat dan teladan tetap masih menganga hingga sekarang. Terlebih jika perasaan melow itu datang tiba-tiba tidak diundang.

Sering secara tiba-tiba saya membayangkan, bagaimana nasib saya sekarang jika saya dibesarkan dengan kehadiran Bapak di samping saya. Apakah saya menjadi sosok yang lebih kuat, berani, percaya diri, atau justru menjadi anak manja ? Hal apa yang bisa saya pelajari dari beliau ?

Apa beliau merasa bangga terhadap saya ? Apa saya bisa lebih bahagia lagi ? Dan pikiran-pikiran lainnya. Hihihi.. Manusia memang tak pernah puas. Selalu ada hal yang dikambinghitamkan untuk sesuatu.

Entah kenapa saya menulis tentang tema ini ? Hahaha... Gara-gara ini saya jadi pingin nangis deh ah nulisnya. Tapi jujur, sebesar apapun saya mencoba mengganti kesedihan saya tentang figure seorang Ayah, semakin saya merasa kehilangan beliau.

Mungkin saja, jika beliau masih ada, hidup saya tetap begini-begini saja. Tapi saya selalu penasaran, apakah ruang kosong itu akan terisi dengan hal-hal yang berarti ?

Kadang saya bingung bagaiman caranya untuk menghilangkan rasa itu, toh nyatanya seorang figur penggant pun tak bisa mengisinya. Justru saya semakin merasa kehilangan sosok Bapak yang sebenarnya.

Tinggal di Jakarta adalah salah satu cara saya untuk mengisi kekosongan itu. Saya berfikir, makam Bapak di Jakarta bisa membuat saya merasa lebih dekat dengan beliau. Meskipun sebenarnya gak ada ngaruhnya juga. Hahaha.. Tapi setidaknya, kalo saya merasa rindu, saya bisa langsung meluncur ke sana.

Baca Juga :  UNIKNYA ZIARAH DI TPU PONDOK KELAPA

SEMAKIN DEWASA SEMAKIN MERASA KEHILANGAN


makam bapak


Ini agak aneh sebenarnya. Semakin tua, harusnya saya makin biasa aja. Makin mampu beradaptasi atas ketidakhadiran beliau. Tapi yang saya rasakan justru sebaliknya. Saya malah merasa sangat kehilangan.

Ini membuktikan, siapapun tidak mampu menggantikan beliau sebagai sosok Ayah dalam hidup saya. Terlebih lagi jika sifatnya emosional.

Secara fisik mungkin, ada yang mampu menggantikan. Tapi secara emosional, siapapun tak bisa menjadi sosok Ayah buat saya, kecuali Bapak saya sendiri.

Semakin saya berkompromi menerima sosok lain sebagai Bapak, semakin saya tersiksa karena memang itu diluar keiinginan saya.

Sebesar apapun usaha saya untuk menerima orang lain, semakin besar pula penolakan hati saya untuk menerimanya. Dan penolakan itu hal yang tak bisa saya kendalikan.





KESIMPULAN


Orang Tua belum tentu merupakan sosok "Bapak", sementara sosok Bapak sudah pasti Orang Tua. 

Mungkin saya memang harus menerima dan berkompromi terhadap keputusan hati saya. Dengan begitu saya bisa menjalani hidup lebih real dan tenang.

Bahwasannya saya tetap harus mengakui bahwa satu-satunya Bapak yang saya miliki memang sudah kembali ke pangkuan Ilahi.

Pengganti figur beliau tak bisa saya anggap sebagai Bapak. Benar beliau orang tua saya, tapi bukan berarti beliau Bapak saya.

Beliau hanya menjadi wali karena ikatan hukum yang sudah ada. Bukan menjadi seorang Bapak yang saya butuhkan sebagai seorang anak.

Hal ini rasanya sangat penting untuk saya akui ! Semoga dengan pengakuan ini, ruang kosong dalam hati saya terpenuhi dengan hal baru yang lebih membahagiakan.

Terkadang, kesedihan itu makin bertumpuk dalam diri saya, karena saya sangat takut mengakuinya. Takut membuat orang lain terluka. Padahal kesedihan itu justru menggerogoti saya dari dalam.

Buat teman-teman yang ingin menulis dan menjadikannya terapi, tapi bingung yang dibahas tentang apa, yuk ikutan 52 Weeks Journaling Challenge ini. Siapa tahu setelah menulis, kalian jadi bisa lebih baik perasaannya. Hehehe...