Hari ini, perkenalkan saya Lumira, yang akan menemani perjalananmu dalam mentadabburi ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Setelah tadabbur kita di bulan lalu, kali ini saya akan mengajakmu menyelami makna dari Surat Al-Isra’ ayat 19. Namun sebelumnya, mari sejenak menengok Surat Al-Anbiya ayat 94 sebagai benang merah yang menghubungkan mengapa tadabbur kali ini begitu penting untuk kita renungkan.
"Barang siapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia beriman, maka mereka itu akan masuk surga dan mereka tidak dianiaya sedikit pun."
Ayat ini menguatkan bahwa amal saleh tak akan pernah sia-sia di sisi Allah. Kebaikan yang dilakukan dengan keimanan akan dibalas dengan kebaikan yang sempurna. Inilah yang menjadi dasar kita melangkah lebih dalam.
Dari sinilah kita melihat bahwa amal baik beriringan dengan iman akan berbuah kebaikan hakiki. Maka mari kita gali lebih dalam, bagaimana Allah menjelaskan arah amal itu dalam Surat Al-Isra’ ayat 19.
TADABBUR QURAN: AL ISRA' 19
"Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedang dia beriman, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik."
QS. Al Isra' 19
Surat ini dibuka dengan peristiwa Isra’ Mi’raj, di mana Rasulullah SAW menerima perintah shalat — sebagai bentuk amal utama yang langsung diperintahkan Allah SWT. Ini menunjukkan betapa pentingnya arah amal manusia.
Kenapa Kita Sering Lupa Amal Buruk?
Kadang saya bertanya-tanya dalam hati,
“Mengapa orang begitu mudah mengingat amal baiknya, namun lupa atau bahkan mengabaikan amal buruknya?”
Pernah nggak kamu merasakan hal serupa?
Saat mengejar pahala, semangat kita menggebu-gebu. Rasanya ingin mengerjakan semua bentuk ibadah. Tapi ketika berhadapan dengan peluang maksiat, tiba-tiba kita seperti lupa bahwa ada akibat yang menanti. Dan ketika akhirnya mendapatkan dampak buruk dari perbuatan itu, kita justru menyalahkan keadaan, bahkan orang lain.
Amal Ibadah Bukan Penebus Otomatis Dosa
Sering kali kita merasa bahwa banyaknya amal ibadah yang kita lakukan sudah cukup untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat, seolah-olah amal salih bisa secara otomatis menghapus dosa.
Padahal, jika kesalahan yang sama terus dilakukan tanpa upaya memperbaiki diri, penderitaan akibat dosa tersebut pun akan terus berulang, karena amal tanpa perubahan sikap sejatinya belum menyentuh inti pertaubatan yang sebenarnya.
Sebagai manusia biasa, saya juga tak luput dari hal ini. Misalnya, saya rajin shalat fardhu, menunaikan shalat sunnah, qiyamul lail, bahkan berpuasa. Tapi ternyata, lisan saya belum sepenuhnya terjaga.
Saya masih pernah:
- Mengucapkan hal yang menyakitkan.
- Membicarakan orang lain tanpa kejelasan.
- Menyebarkan informasi yang belum tentu benar.
- Tidak berhati-hati dalam memilih makanan yang halal.
Semua itu—walau tampak kecil—ternyata berdampak besar.
Saat mengalami kesulitan, saya refleks menyalahkan situasi.
Tapi setelah ditelusuri, ternyata sumbernya sering berasal dari ucapan saya sendiri.
Hati dan Lisan Saling Terhubung
Bila hati dipenuhi dengan cinta kepada Allah, maka yang keluar dari lisan adalah kebaikan.
Namun bila hati dipenuhi rasa dengki, iri, atau marah, maka ucapan pun akan mengikutinya.
"Apa yang keluar dari lisan sebenarnya mencerminkan isi hati."
Sejak menyadari hal ini, saya mulai berusaha menjaga hati. Karena dari situlah semuanya bermula. Saya belajar bahwa ibadah yang dilakukan perlu seiring dengan perbaikan akhlak dan lisan.
Dan sejujurnya, sejak saat itu pula saya perlahan merasakan ketentraman dalam hati.
Ternyata janji Allah itu selalu benar, bila kita mengamati dan bertafakur. Bila kita berusaha dengan sungguh-sungguh mengejar akhirat, maka sebenarnya kita akan mendapatkan hasilnya di dunia ini juga. Memang sih, seringkali tidak selalu dalam bentuk materi, tetapi berbentuk ketenangan jiwa, rasa bahagia atau hal-hal immaterial lainnya.
Maka jalan menuju akhirat bukan hanya tentang banyaknya amal, tapi juga tentang kualitas dan kesadaran kita dalam menjalaninya.
Oleh sebab itu, mari kita renungi bersama…
Sudahkah ucapan dan perbuatan kita sejalan dengan ibadah yang kita lakukan?
Jika belum, yuk perlahan kita perbaiki. Tidak perlu sempurna, cukup mulai dari menyadari. Baru perlahan kita memperbaiki diri.
Owh iya, selain tadabbur berdasarkan pengalaman hidup, ada juga catatan digital yang bisa kalian download untuk dibaca sendiri, ya?
Semoga di akhir bulan nanti, Lumira bisa mewujudkannya dalam bentuk eBook lagi. In Shaa Allah.
Sampai jumpa di tadabbur berikutnya, ya!
~ Lumira pamit dulu ~
0 Komentar
Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏