Bismilah....
Melanjutkan perihal tentang ilmu pengetahuan dalam Al Quran, Lumira masih tetap mencatat dari Surat yang sama, yakni Al Alaq. Namun, kali ini ayat yang ditadaburri langsung ada 2 yakni Al Alaq 3 dan 4. Sebenarnya, Ayat Al Alaq dari mulai 1 hingga 5 ini saling terhubung satu sama lainnya. Namun karena banyak materi yang bisa kita pelajari, maka Lumira memisahkannya.
TADABBUR QURAN: AL ALAQ 3 - 4
Siapa di sini yang masih suka journaling atau menulis tangan, meski kita hidup di era digital yang serba cepat ini? Entah kenapa, Lumira selalu merasa ada kedamaian tersendiri saat menulis dengan pena—seperti kembali ke masa lalu. Apalagi saat isi kepala terasa penuh dan ingin ditumpahkan secara acak, tanpa harus rapi, tanpa harus masuk akal.
Bagi banyak orang, media sosial mungkin jadi tempat paling mudah untuk mencurahkan perasaan. Ada ruang untuk didengar, direspons, bahkan divalidasi secara instan. Platform seperti Threads misalnya, bisa jadi tempat pelarian untuk menumpahkan unek-unek, kadang tanpa sensor.
Lumira pun dulu begitu. Sampai suatu titik, Tuhan menegur dengan halus lewat kesadaran kecil: bahwa tidak semua umpan balik di media sosial membawa kebaikan. Terkadang, komentar yang masuk justru menggores. Lebih dari itu, tanpa disadari kita bisa berubah—menjadi lebih sinis, lebih reaktif, lebih mudah menghakimi karena terbiasa terpapar banyak hal yang sebetulnya tidak perlu.
Lumira mulai merasakan, energi dan waktunya banyak terkuras untuk hal-hal yang tak penting. Seperti saat dunia maya heboh membahas pesta pernikahan mewah. Ratusan, bahkan ribuan komentar memenuhi lini masa. Sebagian memuja, sebagian mencela. Padahal, siapa yang tahu, kelak kita bisa berada di posisi yang sama. Bukankah hidup itu berputar, dan setiap perbuatan akan kembali pada kita?
Dari titik itu, Lumira memutuskan berhenti menjadikan media sosial sebagai tempat curhat. Ia sadar, overthinking yang tak terkelola bisa menjadi racun. Dan sering kali, media sosial justru memperparahnya. Maka saya memilih jalan sunyi—menuangkan semua dalam journal pribadi.
Di sanalah, dalam sepi dan sunyi, saya merasa Tuhan sedang membimbing. Pelan-pelan, saya belajar mengenali dirinya sendiri.
Pena, Menulis, dan Perjalanan Mengenal Diri
Di tengah rutinitas journaling, ada satu titik kesadaran yang datang begitu lembut namun dalam: bahwa aktivitas menulis ternyata bukan sekadar menuangkan pikiran atau mengisi halaman kosong. Ayat ke-4 dalam surah Al-‘Alaq “yang mengajarkan manusia dengan pena” seakan menyapa langsung ke dalam jiwa..
"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena."(QS. Al-‘Alaq: 3-4)
Awalnya, Lumira mengira ayat ini hanya mengarah pada kegiatan mencatat ilmu dari luar: seperti mencatat pelajaran, merangkum buku, atau menyalin kutipan dari para tokoh. Tapi semakin saya menjadikan journaling sebagai bagian dari hidup, semakin menyadari satu hal penting: pena juga adalah alat untuk mencatat apa yang terjadi di dalam diri—perasaan, kegelisahan, harapan, pemikiran, bahkan bisikan hati yang sulit terungkapkan.
Pentingnya peran pena dan manfaatnya bisa kamu baca di The Perk Of Writing dan juga jelajahi tentang pentingnya journaling. Dan ayat ini menjadi salah satu topik utama dalam Filosofi ewafebri, yakni menjadikan Journaling Sebagai Jalan Hidup agar semakin dekat pada Allah SWT.
Pena sebagai Jembatan Pembelajaran Internal dan Eksternal
Allah tidak hanya menyuruh manusia untuk membaca (ayat 1), tapi juga menyebut pena sebagai sarana mengajarkan ilmu (ayat 4). Menariknya, dalam konteks journaling, dua perintah ini bersatu.
Membaca adalah proses menerima informasi dari luar, sedangkan menulis dengan pena adalah cara mengolah dan merefleksikannya ke dalam diri.
Menulis itu bukan sekadar menyalin. Namun juga kegiatan berpikir. Ketika kita menulis, kita mengurai data dari berbagai sumber: Al-Qur'an, buku, jurnal ilmiah, bahkan pengalaman sehari-hari.
Kita memilah mana yang bermakna, menyusun ulang gagasan, menghubungkannya dengan konteks, lalu menuangkannya dengan alur yang dapat dipahami. Dalam proses ini, tanpa disadari, kita sedang membentuk pemahaman yang lebih dalam—baik terhadap dunia luar, maupun terhadap diri sendiri.
Menulis dalam Perspektif Sains dan Spiritualitas
Dalam sains modern, menulis terbukti berdampak besar terhadap perkembangan kognitif. Para peneliti menyebut bahwa menulis tangan, terutama dalam bentuk jurnal pribadi, dapat meningkatkan ingatan, menurunkan stres, bahkan membantu penyembuhan luka emosional.
Menulis menjadi terapi. Ia menolong kita memahami trauma, meredam overthinking, dan menemukan solusi dari benang kusut yang semula tak terlihat.
Namun, yang lebih luar biasa, Al-Qur'an telah menekankan pentingnya “pena” sejak wahyu pertama. Ini bukan kebetulan. Pena menjadi simbol peradaban. Dari pena-lah ilmu ditransmisikan. Dari menulis-lah sejarah umat manusia diabadikan.
Dan dalam konteks spiritual, pena adalah saksi bisu bagaimana manusia mencatat perjuangannya: dalam memahami, dalam mencari makna, dan dalam mendekat kepada Tuhannya.
Lumira percaya, setiap coretan di jurnal adalah proses mendekat. Di balik setiap kata yang saya tulis, ada doa yang tersembunyi, agda kejujuran yang dibangun, ada cermin untuk mengenali diri. Dan siapa sangka, itulah cara Allah sedang mengajarkan kita dengan pena.
Menulis: Jalan Menuju Kematangan Jiwa
Ayat 3-4 dalam surah Al-‘Alaq bukan hanya petunjuk tentang belajar, tapi juga tentang bertumbuh. Di saat dunia begitu bising dan cepat, pena mengajak kita untuk berhenti sejenak, merenung, dan menyusun makna.
Lumira menjadikan journaling bukan sekadar hobi, tapi ibadah sunyi. Saya percaya bahwa setiap lembar yang diisi dengan kejujuran hati, kelak akan menjadi saksi, bahwa kita pernah berusaha mengenal diri—dan mengenal Tuhannya—lewat tulisan.
Seperti pendapat para tokoh filsuf Islam yang mengatakan ""Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbahu" bahwa siapa yang mengenal dirinya ((jiwa, nafs, potensi, kelemahan, keterbatasan) adalah langkah awal untuk menyadari keberadaan dan keagungan Allah.
0 Komentar
Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏