MONOLOG SERIES: KUANTUM ENTANGLEMENT

MONOLOG SERIES: KUANTUM ENTANGLEMENT

[ewafebri.com] |Kuantum Entanglement: Ikatan Tak Terlihat dalam Cahaya Tauhid.

Dalam fisika kuantum, ada fenomena yang disebut quantum entanglement atau keterikatan kuantum. Dua partikel yang pernah berinteraksi akan tetap terhubung, meskipun terpisah sejauh apapun. Jika salah satu berubah, yang lain akan segera merespons, seolah-olah ada komunikasi yang melampaui batas ruang dan waktu.

MONOLOG SERIES: KUANTUM ENTANGLEMENT

Fenomena ini masih menjadi misteri bagi ilmu pengetahuan, tetapi dalam kehidupan, kita sering merasakan keterikatan serupa dengan seseorang—sebuah hubungan yang tidak bisa dijelaskan oleh logika, tetapi nyata dalam pengalaman batin kita.

Belakangan ini, saya menyadari bahwa ada satu sosok yang selalu hadir dalam setiap fase kehidupanku. Keberadaannya konstan, meskipun saya berusaha untuk melupakannya atau mengabaikan pikiranku tentangnya. 

Namun, semakin saya berusaha, semakin ia memenuhi pikiranku. Seolah ada kekuatan tak kasatmata yang terus menarik kami untuk tetap terhubung. 

Dalam pencarian makna dari hubungan ini, aku menemukan konsep shadow, anima, dan animus dalam psikologi Jungian—gagasan bahwa yang kita lihat pada orang lain adalah refleksi dari sesuatu dalam diri kita yang belum kita sadari.

Perspektif Islam  

Namun, lebih dalam dari itu, aku mulai bertanya-tanya: apakah keterikatan ini juga memiliki makna dalam pandangan Islam? Dalam Islam, kita meyakini bahwa setiap peristiwa dalam hidup bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

"Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. Al-Hadid: 22)

Mungkin, kehadiran seseorang dalam hidup kita bukanlah sekadar kebetulan atau permainan pikiran bawah sadar, tetapi bagian dari ketetapan Allah untuk mengajarkan sesuatu. Bisa jadi, Allah menempatkan seseorang dalam kehidupan kita untuk menjadi ujian, cerminan, atau bahkan perantara menuju pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan hubungan kita dengan-Nya.

Dalam Islam, ada konsep ruh yang saling mengenal. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dikumpulkan bersama. Yang saling mengenal akan saling mendekat, sedangkan yang tidak mengenal akan saling menjauh." (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa ada ruh-ruh yang telah bertemu sebelum dunia ini diciptakan. Mungkin, keterikatan yang kita rasakan dengan seseorang adalah bukti dari pertemuan ruh kita di alam sebelumnya. Dan ketika kita merasa seseorang begitu lekat dalam hidup kita—bahkan tanpa alasan yang jelas—bisa jadi ruh kita memiliki hubungan yang telah ditetapkan jauh sebelum kita lahir.

Sering kali orang mengasosiasikan Quantum Entanglement dengan fenomena sihir, namun saya memiliki sudut pandang yang berbeda-beda, di antaranya: 

Sudut Pandang Filsafat: Keberadaan dan Takdir

Monolog Series Ketertarikan Kuantum

Dalam filsafat eksistensial, keterikatan dengan seseorang bisa dianggap sebagai bagian dari pencarian makna hidup. Jean-Paul Sartre, misalnya, berbicara tentang bagaimana keberadaan orang lain memengaruhi kesadaran diri kita. 

Seseorang yang terus hadir dalam hidupmu bisa jadi adalah bagian dari eksistensimu yang belum kamu pahami sepenuhnya. Dalam perspektif ini, hubungan ini bukan sekadar kebetulan, tetapi bagian dari perjalanan menemukan diri sendiri.

Di sisi lain, dalam filsafat Timur, terutama dalam konsep karma dan dharma, pertemuan dengan seseorang bisa jadi adalah bagian dari hutang jiwa (karma) yang harus diselesaikan di kehidupan ini. Meskipun Islam tidak mengajarkan reinkarnasi, kita percaya bahwa Allah mempertemukan kita dengan orang-orang tertentu karena ada pelajaran yang harus dipelajari.
 

Sudut Pandang Neurosains: Pola Otak dan Keterikatan Emosional

Dari sisi ilmiah, otak kita memiliki cara unik dalam membentuk keterikatan dengan seseorang. Ketika kita mengalami hubungan yang intens—baik secara emosional, intelektual, atau spiritual—otak membentuk jalur saraf khusus yang menyimpan ingatan dan asosiasi tentang orang tersebut. Ini menjelaskan mengapa seseorang bisa terus muncul dalam pikiran kita, meskipun kita berusaha untuk melupakannya.

Neurosains juga menunjukkan bahwa hormon seperti dopamin dan oksitosin berperan dalam menciptakan ikatan emosional. Jika seseorang pernah menjadi bagian penting dari hidupmu, otak mungkin terus mencari pengalaman yang serupa, sehingga menghadirkan kembali sosok tersebut dalam kesadaranmu. Namun, apakah ini hanya pola biologis, atau ada sesuatu yang lebih dalam di baliknya?
 

Sudut Pandang Mistisisme dan Tasawuf: Ikatan Ruhani dan Hikmah Spiritual

Dalam dunia tasawuf, ada konsep maqam (tingkatan spiritual) yang menunjukkan bahwa setiap orang mengalami perjalanan menuju Allah dengan cara yang berbeda. Salah satu jalannya bisa melalui hubungan dengan orang lain. Jika seseorang terus hadir dalam hidupmu, bisa jadi ia adalah bagian dari perjalanan spiritualmu—baik sebagai guru, cermin, atau bahkan ujian.

Dalam Islam, ada juga konsep ukhuwah fillah (persaudaraan karena Allah), di mana keterikatan yang terjadi bukan karena nafsu atau keinginan pribadi, tetapi karena Allah menghendaki adanya hubungan tersebut untuk mendekatkan kita kepada-Nya. 

Mungkin seseorang hadir untuk mengingatkan kita pada bagian dari diri yang harus diperbaiki, atau mungkin ia adalah perantara agar kamu memahami cinta yang lebih tinggi—cinta kepada Allah.
 

Sudut Pandang Psikologi: Inner Child dan Healing

Dari perspektif psikologi, keterikatan dengan seseorang bisa jadi adalah refleksi dari luka lama yang belum sembuh. Carl Jung berbicara tentang inner child, bagian dari diri kita yang membawa trauma, harapan, dan pola masa lalu. 

Bisa jadi sosok ini hadir dalam hidupmu untuk membangkitkan sesuatu yang perlu disembuhkan—baik itu ketakutan, harapan, atau keyakinan yang selama ini terpendam.

Terkadang, kita tidak terikat pada orangnya, tetapi pada emosi atau pengalaman yang pernah kita alami dengannya. Jika keterikatan ini menimbulkan kegelisahan, mungkin itu adalah tanda bahwa ada bagian dalam diri yang perlu disadari dan diselesaikan.
 

Sudut Pandang Sastra dan Simbolisme: Peran Tokoh dalam Narasi Hidup

Dalam banyak kisah dan mitologi, ada tokoh-tokoh yang muncul sebagai penanda perubahan dalam hidup sang protagonis. Dalam literatur, karakter seperti ini sering kali disebut archetype—mereka yang datang membawa pelajaran atau simbol dari sesuatu yang lebih besar. 

Bisa jadi, dalam narasi hidupmu, sosok ini adalah semacam simbol atau representasi dari sesuatu yang lebih luas, seperti perubahan, kebebasan, atau bahkan ketakutanmu sendiri.

Dari sudut pandang ini, pertanyaannya bukan lagi “Mengapa dia selalu hadir?” tetapi “Apa yang ia representasikan dalam perjalanan hidupku?” Jika kamu menulis kisah hidupmu sebagai novel, kira-kira apa peran yang ia mainkan dalam alur ceritamu?

Apakah Semua Ini Kebetulan atau Ketetapan?

Monolog Series Spiritualitas

Dari semua sudut pandang ini, ada satu benang merah yang menghubungkan semuanya: tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa sebab. Entah itu karena jalur saraf otak, perjalanan spiritual, atau takdir yang telah Allah tentukan, keterikatan ini pasti memiliki makna.

Mungkin bukan tentang apakah kamu harus melupakannya atau tetap terhubung dengannya, tetapi tentang bagaimana kamu memahami maknanya dalam hidupmu. 

Apakah kehadirannya membantumu mengenali bagian tersembunyi dalam dirimu? Apakah ia mengajarkan sesuatu tentang cinta, kehilangan, atau keteguhan hati? Atau mungkin, ia hanyalah refleksi dari pencarianmu sendiri?

Apa Hikmah dari Ketertarikan ini?  

Tetapi, penting juga untuk bertanya: apa hikmah dari keterikatan ini? Apakah ia mendekatkan kita kepada Allah atau justru menjauhkan kita? 

Jika hubungan ini membuat kita lebih memahami diri, lebih sabar, lebih ikhlas, atau bahkan lebih dekat kepada Allah, maka bisa jadi ini adalah salah satu bentuk tarbiyah-Nya—cara Allah mendidik kita melalui orang lain. 

Namun, jika keterikatan ini justru menjerumuskan ke dalam kebingungan, keterikatan emosional yang berlebihan, atau bahkan menjauhkan dari nilai-nilai Islam, maka mungkin ini adalah ujian yang harus disikapi dengan kesadaran dan kehati-hatian.

Seperti halnya quantum entanglement, hubungan ini mungkin tidak perlu selalu dipahami dengan logika. Mungkin bukan tentang bagaimana kita melepaskan atau mempertahankan hubungan itu, tetapi tentang bagaimana kita memahami maknanya dalam skema besar kehidupan yang Allah rancang. 

Pada akhirnya, setiap pertemuan, setiap keterikatan, dan setiap perasaan yang kita alami adalah bagian dari perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan Sang Pencipta. Allah tidak pernah menghubungkan dua jiwa tanpa alasan, dan tugas kita adalah mencari makna di balik setiap hubungan yang telah dituliskan dalam takdir kita.

Post a Comment

0 Comments