Hai pencari cahaya! ✨🌝
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Catatan 30 September 2025.
Pernah nggak sih kamu merasa hidup lagi berat banget? Rezeki seret, hati cemas, atau bahkan ada orang yang bikin langkah kita goyah. Nah, QS Al-Insan ayat 24 ini seolah jadi pengingat lembut. Ayat yang dulu meneguhkan Rasulullah ﷺ saat diancam Abu Jahal, kini juga bisa jadi pegangan buat kita. Sabar bukan cuma nahan rasa gelisah, tapi juga berani tetap teguh di jalan Allah meski ujian datang bertubi-tubi.
TADABBUR QURAN: AL INSAN 24
Hidup sebagai seorang freelancer memang penuh dinamika. Ada masa di mana rezeki mengalir lancar, ada pula saat kita harus menunggu dengan sabar sampai klien menyelesaikan pembayaran. Ketidakpastian itulah yang sering kali menguji hati. Tidak jarang saya merasakan cemas, apalagi saat kebutuhan mendesak sementara saldo rekening semakin menipis.
Namun, justru di saat-saat sulit itulah Allah menghadirkan pengingat melalui firman-Nya. Salah satu ayat yang benar-benar menenangkan hati saya adalah QS. Al-Insan ayat 24:
Saya menyadari, rasa takut kekurangan adalah bagian dari fitrah manusia. Allah memang menciptakan rasa cemas agar kita tidak merasa mampu mengandalkan diri sendiri. Kegelisahan itulah yang seharusnya menuntun kita kembali berdoa, memohon pertolongan, dan bersandar penuh kepada-Nya.
Akhirnya, saya memberanikan diri untuk meminta bantuan keluarga. Meski hati berat karena tidak suka berhutang, langkah itu menjadi jalan keluar. Dan benar saja, pertolongan datang lebih cepat dari yang saya duga. Keluarga saya mentransfer uang dengan ikhlas, tanpa sedikit pun keraguan. Saya merasa sangat ditolong, bukan hanya oleh mereka, tetapi terutama oleh Allah yang melapangkan jalan.
Namun yang membuat saya terkejut, ketika membuka rekening, ternyata gaji saya sudah ditransfer sejak seminggu sebelumnya. Selama masa resah itu, saya sama sekali tidak terpikir untuk mengecek saldo, karena terbiasa menunggu konfirmasi dari perusahaan. Rasanya seperti Allah benar-benar sedang mengatur skenario hidup saya, agar saya belajar sabar, tawakal, dan tidak selalu bergantung pada kepastian dari manusia.
Yang lebih indah lagi, ketika saya mengatakan pada keluarga bahwa uang pinjaman akan saya kembalikan, mereka justru menolak. Mereka berkata: “Simpan saja, untuk kebutuhanmu yang lain.” Saat itu saya benar-benar terharu. Rupanya Allah tidak hanya mencukupkan kebutuhan, tetapi juga melapangkan hati keluarga untuk membantu dengan cara yang begitu indah.
Dari peristiwa ini saya belajar bahwa rezeki tidak sekadar angka di rekening. Rezeki juga bisa berupa rasa tenang, doa yang terjawab, keluarga yang peduli, dan kesempatan untuk merasakan betapa Allah dekat dengan kita. Semua itu adalah anugerah yang tidak bisa diukur dengan nominal.
Saya juga belajar bahwa rasa cemas sebenarnya adalah sarana agar manusia kembali pada Allah. Tanpa rasa takut, mungkin kita akan merasa bisa mengandalkan diri sendiri. Dengan kegelisahan, kita jadi lebih sering mengingat-Nya, berdoa, dan bersandar penuh pada-Nya. Itulah kasih sayang Allah yang terselubung.
Kini, setiap kali menghadapi kesulitan, saya ingin mengingat kembali peristiwa ini. Bahwa Allah selalu punya cara untuk menolong, meski jalannya kadang tidak terduga. Yang diminta dari kita hanyalah bersabar, percaya pada ketetapan-Nya, dan selalu bersyukur atas apa pun yang diberikan.
Namun, justru di saat-saat sulit itulah Allah menghadirkan pengingat melalui firman-Nya. Salah satu ayat yang benar-benar menenangkan hati saya adalah QS. Al-Insan ayat 24:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ اٰثِمًا اَوْ كَفُوْرًاۚMaka, bersabarlah untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu dan jangan ikuti pendosa dan orang yang sangat kufur di antara mereka.
Ayat ini bukan hanya sebuah pesan, melainkan pegangan yang membuat saya bertahan dalam keresahan. Dari pengalaman inilah saya belajar makna sabar, tawakal, dan syukur dalam kehidupan sehari-hari.
Ujian Kesabaran Rasulullah ﷺ di Tengah Tekanan Kaum Quraisy
Dalam Tafsir Al-Wajiz, Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menegaskan bahwa ayat ini turun sebagai penghibur bagi Rasulullah ﷺ agar beliau tetap bersabar dalam menyampaikan risalah Allah, meskipun menghadapi penentangan keras dari kaumnya sendiri. Tekanan yang diterima Rasulullah ﷺ bukan hanya berupa hinaan dan cemoohan, melainkan juga ancaman nyata.
Salah satunya datang dari tokoh Quraisy yang sangat terkenal dalam permusuhan, yaitu Abu Jahal. Qatadah meriwayatkan sebuah kisah bahwa Abu Jahal pernah berkata, “Kalau aku melihat Muhammad sedang shalat, aku benar-benar akan menginjak dan merendahkan lehernya.”
Perkataan Abu Jahal ini menggambarkan betapa keras penolakan kaum kafir Quraisy terhadap dakwah Islam di masa awal. Rasulullah ﷺ dihadapkan pada situasi penuh intimidasi, baik secara fisik maupun mental.
Dalam konteks sejarah ini, Allah menurunkan ayat 24 sebagai penegasan: sabarlah menghadapi mereka, jangan tunduk pada tekanan orang-orang pendosa (al-atsim) dan orang-orang yang kafir (al-kafur). Dengan kata lain, meskipun godaan, ancaman, atau ajakan kompromi datang silih berganti, Rasulullah ﷺ diperintahkan untuk tetap teguh pada kebenaran wahyu.
Dari peristiwa ini, kita bisa melihat bahwa kesabaran yang diperintahkan dalam ayat bukanlah kesabaran pasif, melainkan kesabaran aktif yang disertai dengan keteguhan. Rasulullah ﷺ tetap berdakwah, tetap menegakkan shalat, tetap menyampaikan wahyu, meski orang-orang kafir Quraisy berusaha menghalangi. Ilmu yang diwariskan oleh ulama tafsir di sini adalah: sabar dalam konteks Al-Qur’an berarti konsistensi dalam kebenaran, bukan hanya menahan diri dari rasa sakit.
Makna Sabar: Antara Takdir Allah dan Keteguhan pada Syariat
Dalam Tafsir As-Sa’di, disebutkan bahwa ayat ini mengandung dua makna kesabaran: pertama, sabar menerima ketetapan takdir Allah, dan kedua, sabar menjalankan syariat-Nya. Takdir Allah bisa berupa ujian, keterlambatan pertolongan, bahkan ancaman dari orang-orang kafir.
Syariat-Nya berupa kewajiban ibadah, dakwah, dan ketaatan yang harus ditegakkan tanpa tergoda oleh ajakan orang fasik. Syaikh As-Sa’di menekankan, jangan sekali-kali mengikuti langkah orang kafir atau pendosa, sebab mereka hanya mengajak pada hawa nafsu dan kemaksiatan.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini juga diletakkan dalam bingkai besar: Rasulullah ﷺ diminta untuk tidak menuruti orang-orang kafir dan munafik yang berusaha menghalang-halangi risalah. Allah sendiri yang akan menjaga beliau dari tipu daya manusia.
Setelah itu, ayat-ayat berikutnya (25–26) mengajarkan solusi spiritual: perbanyak menyebut nama Allah di pagi dan petang, serta bangun di malam hari untuk sujud dan bertasbih. Ini menunjukkan bahwa kekuatan menghadapi ujian lahiriah bersumber dari kekuatan batiniah, yaitu kedekatan dengan Allah.
Syaikh Wahbah az-Zuhaili melalui Tafsir Al-Wajiz memberikan insight penting: sabar bukan hanya soal menerima keadaan, melainkan juga keberanian menolak kompromi dengan kebatilan. Rasulullah ﷺ diajarkan untuk tidak goyah oleh intimidasi Abu Jahal, tidak tunduk pada tekanan Quraisy, dan tidak tergoda tawaran kompromi duniawi.
Ilmu yang bisa kita serap adalah bahwa seorang mukmin, ketika diuji dengan kesempitan atau tekanan, harus tetap berpegang pada ketetapan Allah, yakin pada janji-Nya, dan menjaga konsistensi ibadah sebagai sumber keteguhan hati.
Rasa Cemas di Tengah Ketidakpastian
Bagi seorang freelancer, tanggal akhir bulan tidak otomatis berarti gajian. Semua tergantung pada sistem perusahaan atau klien yang kita tangani. Ada yang membayar cepat, ada yang menunggu beberapa hari, ada pula yang baru mentransfer dua minggu setelah invoice keluar. Ketidakpastian itu membuat setiap bulan terasa seperti berjudi dengan waktu.
Ketika saldo bank mulai menipis, hati pun ikut tertekan. Walaupun kebutuhan pokok seperti beras dan bahan dapur masih ada, rasa aman tetap terasa jauh. Apalagi ketika ada keinginan sederhana seperti membeli lauk atau kebutuhan kecil lainnya yang tidak bisa dipenuhi. Di titik itu, cemas dan harap-harap cemas bercampur menjadi satu.
Ketika saldo bank mulai menipis, hati pun ikut tertekan. Walaupun kebutuhan pokok seperti beras dan bahan dapur masih ada, rasa aman tetap terasa jauh. Apalagi ketika ada keinginan sederhana seperti membeli lauk atau kebutuhan kecil lainnya yang tidak bisa dipenuhi. Di titik itu, cemas dan harap-harap cemas bercampur menjadi satu.
Saya menyadari, rasa takut kekurangan adalah bagian dari fitrah manusia. Allah memang menciptakan rasa cemas agar kita tidak merasa mampu mengandalkan diri sendiri. Kegelisahan itulah yang seharusnya menuntun kita kembali berdoa, memohon pertolongan, dan bersandar penuh kepada-Nya.
Hikmah dari Kesabaran dan Pertolongan
Satu minggu saya lalui dengan hati yang gelisah. Makan seadanya, menunda keinginan, dan berusaha tetap kuat. Namun, di tengah keresahan itu, ayat Al-Insan 24 terus terngiang dalam hati saya. “Bersabarlah dengan ketetapan Tuhanmu...” Seolah Allah sedang menegur saya agar tidak goyah hanya karena urusan dunia yang sementara.Akhirnya, saya memberanikan diri untuk meminta bantuan keluarga. Meski hati berat karena tidak suka berhutang, langkah itu menjadi jalan keluar. Dan benar saja, pertolongan datang lebih cepat dari yang saya duga. Keluarga saya mentransfer uang dengan ikhlas, tanpa sedikit pun keraguan. Saya merasa sangat ditolong, bukan hanya oleh mereka, tetapi terutama oleh Allah yang melapangkan jalan.
Namun yang membuat saya terkejut, ketika membuka rekening, ternyata gaji saya sudah ditransfer sejak seminggu sebelumnya. Selama masa resah itu, saya sama sekali tidak terpikir untuk mengecek saldo, karena terbiasa menunggu konfirmasi dari perusahaan. Rasanya seperti Allah benar-benar sedang mengatur skenario hidup saya, agar saya belajar sabar, tawakal, dan tidak selalu bergantung pada kepastian dari manusia.
Allah Mengatur dengan Cara yang Indah
Seandainya saya tahu sejak awal bahwa gaji sudah masuk, mungkin saya tidak akan mengalami ujian kesabaran itu. Saya tidak akan banyak berdoa, tidak akan belajar menahan diri, bahkan mungkin tidak akan merasakan hangatnya pertolongan dari keluarga. Justru karena “tidak tahu” itulah Allah memberikan ruang untuk saya belajar.Yang lebih indah lagi, ketika saya mengatakan pada keluarga bahwa uang pinjaman akan saya kembalikan, mereka justru menolak. Mereka berkata: “Simpan saja, untuk kebutuhanmu yang lain.” Saat itu saya benar-benar terharu. Rupanya Allah tidak hanya mencukupkan kebutuhan, tetapi juga melapangkan hati keluarga untuk membantu dengan cara yang begitu indah.
Dari peristiwa ini saya belajar bahwa rezeki tidak sekadar angka di rekening. Rezeki juga bisa berupa rasa tenang, doa yang terjawab, keluarga yang peduli, dan kesempatan untuk merasakan betapa Allah dekat dengan kita. Semua itu adalah anugerah yang tidak bisa diukur dengan nominal.
Refleksi Diri
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa kesabaran bukan hanya menunggu dengan diam, melainkan menunggu sambil tetap berdoa, berusaha, dan menjaga hati agar tidak gelisah berlebihan. QS. Al-Insan ayat 24 benar-benar hidup dalam peristiwa ini, seolah Allah ingin saya merasakan langsung makna di balik firman-Nya.Saya juga belajar bahwa rasa cemas sebenarnya adalah sarana agar manusia kembali pada Allah. Tanpa rasa takut, mungkin kita akan merasa bisa mengandalkan diri sendiri. Dengan kegelisahan, kita jadi lebih sering mengingat-Nya, berdoa, dan bersandar penuh pada-Nya. Itulah kasih sayang Allah yang terselubung.
Kini, setiap kali menghadapi kesulitan, saya ingin mengingat kembali peristiwa ini. Bahwa Allah selalu punya cara untuk menolong, meski jalannya kadang tidak terduga. Yang diminta dari kita hanyalah bersabar, percaya pada ketetapan-Nya, dan selalu bersyukur atas apa pun yang diberikan.
0 Komentar
Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏