MONOLOG SERIES: SIKLUS KEHIDUPAN
Kelahiran
Kehidupan manusia adalah perjalanan panjang yang bermula dari ketiadaan. Sebelum kita lahir, kita berada dalam alam ruh, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-A’raf: 172,
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." ~ QS. Al-A’raf: 172
Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan kita bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari rencana ilahi. Dalam filsafat, Plato juga berbicara tentang anamnesis, konsep bahwa jiwa manusia telah memiliki pengetahuan sebelum lahir dan kehidupan ini adalah proses mengingat kembali kebijaksanaan yang telah ada dalam diri.
Setelah melewati fase alam ruh, manusia lahir ke dunia dalam keadaan fitrah—suci tanpa dosa, sebagaimana sabda Rasulullah, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki potensi kebaikan yang murni, tetapi lingkungan dan pilihan hidup akan membentuk jalan mereka. Filsuf Muslim seperti Ibn Sina menekankan pentingnya pendidikan dan pengalaman dalam membentuk karakter manusia, menegaskan bahwa akal dan jiwa berkembang seiring interaksi dengan dunia.
Pun dalam konsep Jungian yang baru-baru ini saya pelajari tentang ketidaksadaran kolektif, di mana dalam ketidaksadaran ini menyimpan pengetahuan (blue print) yang sudah tertanam sejak dahulu (DNA). Dan petualangan kita di dunia, salah satunya untuk mengumpulkan pengetahuan dalam ketidaksadaran itu.
Kehidupan
Masa muda adalah puncak kekuatan manusia, di mana hasrat dan ambisi memuncak. Namun, dalam Islam, manusia diingatkan agar tidak tertipu oleh kesenangan dunia.
Allah berfirman dalam QS. Al-Kahfi: 45,
“Perumpamaan kehidupan dunia ini hanyalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanaman-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga ketika bumi itu telah sempurna keindahannya, datanglah perintah Kami pada malam atau siang hari, lalu Kami jadikan ia laksana tanaman yang sudah dipanen, seakan-akan belum pernah tumbuh sebelumnya.”
Ini mengingatkan bahwa segala yang kita kejar di dunia hanyalah fana, dan kebijaksanaan sejati adalah memahami keterbatasan kehidupan.
Saat memasuki masa tua, manusia mulai menyadari bahwa kehidupan ini hanyalah persinggahan sementara.
Aristoteles dalam Nicomachean Ethics menyebutkan bahwa kebahagiaan tertinggi (eudaimonia) tidak terletak pada harta atau kesenangan sesaat, melainkan pada pencapaian kebajikan dan makna hidup.
Dalam Islam, usia senja adalah waktu untuk semakin mendekat kepada Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Yasin: 68, “Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada keadaan lemah kembali. Maka apakah mereka tidak mengerti?” Ini menjadi peringatan bahwa kehidupan adalah siklus yang kembali pada titik awal—dari kelemahan menuju kelemahan.
Kematian
Kematian adalah gerbang menuju kehidupan yang lebih hakiki. Dalam filsafat Stoikisme, kematian dipandang sebagai sesuatu yang harus diterima dengan ketenangan, karena ia adalah bagian alami dari siklus kehidupan.
Islam lebih jauh menegaskan bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan abadi. QS. Al-Mulk: 2 menyatakan, “(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.”
Dengan memahami ini, manusia seharusnya mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati, bukan hanya dengan ibadah, tetapi juga dengan meninggalkan jejak kebaikan bagi dunia.
Pada akhirnya, kehidupan manusia adalah perjalanan kembali kepada Allah. Dari ruh yang bersaksi, tubuh yang tumbuh, hingga akhirnya kembali ke tanah, semua adalah bagian dari siklus yang telah ditetapkan.
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya menekankan bahwa kehidupan manusia, seperti sejarah, bergerak dalam siklus yang berulang, dan yang paling beruntung adalah mereka yang memahami pola ini dan mengambil hikmahnya.
Maka, kebijaksanaan sejati adalah menerima setiap fase kehidupan dengan kesadaran bahwa semuanya mengarah pada satu tujuan: kembali kepada Sang Pencipta dalam keadaan terbaik.
0 Comments
Hi Gaes.. Jika kalian tak menemukan kolom komentar, mohon untuk mencari artikel yang ingin dikomentari melalui Home , atau pilih label, kemudian klik " Link Komentar " , yang berwarna salmon (peach pastel). Akan muncul kolom komentar baru. Mohon maaf ketidaknyamanannya.. 🙏